Selasa, 13 Agustus 2019









They might call me crazy
For saying I'll fight until there is no more
愁いを含んだ閃光 眼光は感覚的衝動
Blinded I can't see the end
So where do I begin

Say not a word I can hear you
The silence between us
なにもないように映ってるだけ
I'll take this chance and I'll make it mine
ただ隠せないもの 飾ったように見せかけてる
(♪ The Beginning - One Ok Rock)

Mira Sofía
Sin tu mirada, sigo
Sin tu mirada, sigo
Dime Sofía
cómo te mira, dime
cómo te mira, dime
Sé que no, sé que no
Sé que solo, sé que ya no soy oy oy oy
(♫ Sofia - Alvaro Soler)

Entahlah, rasanya biasa saja
Entah mati rasa, atau memang sengaja
Setelah dihantam akademik sekeras baja
Kini saatnya menjadi pencari kerja

Satu hal sih
Awalnya memang risih
Akan persaingan yang bikin tersisih
Tapi, sepertinya harus dimulai dengan niatan bersih

Secara administrasi, dengan berakhirnya hari ini maka status mahasiswa sepenuhnya lepas, selamat tinggal mahasiswa selamat datang alumni. Iya rasanya biasa saja, tak ada kegembiraan yang luar biasa seperti saat diterima menjadi bagian dari UGM, rasanya bahkan agak menyedihkan karena harus berpisah dengan impian, tapi ya mau bagaimana lagi, setiap masa ada orangnya dan setiap orang ada masanya bukan?.

Sebenarnya, sejak 10 Juli lalu, Saya benar-benar lupa kalau pernah mengalami hari-hari yang sulit tatkala berkuliah di teknik fisika. Sakitnya mendapatkan nilai E dengan SKS yang besar, sakitnya mata dan otak tatkala mengejar deadline pemahaman menjelang ujian, dan paniknya mengurus skripsi di hari-hari akhir. Semua itu terlupakan begitu saja, bahkan sama sekali tak berbekas kesulitannya.

Kini Saya makin mengerti, mengapa pada suatu hadits (HR Muslim 5018) diceritakan bahwa orang yang diberi spoiler surga merasa tak pernah merasakan kesengsaraan, dan orang yang diberi spoiler neraka merasa tidak pernah merasakan kenikmatan. Ya, karena kita sebagai manusia memang di-desain seperti ini, mudah melupakan rasa-rasa di masa lalu. Saya makin yakin sih, Saya akan melupakan susahnya perjuangan di dunia ketika mendapatkan surga kelak, aamiin.

Oh iya, omong-omong, ada yang menarik dari obrolan belakangan ini. Aku dengar, banyak temanku yang mulai "banting setir" menggadaikan idealisme akademiknya dengan dunia materiil. Kami, akhirnya mulai menyadari bahwa uang sangat powerful, sampai-sampai temanku berkata "Aku ingin deh dik, beli barang tanpa liat harga, kalau menurutku menarik langsung Aku ambil". Kerennya, ungkapan serupa Saya dengar lebih dari 1 orang dengan latar belakang yang berbeda.

Sekarang Saya makin yakin, menjadi budak korporat, seperti yang dikatakan temanku 2014 lalu, adalah sebuah keniscayaan, ah tidak, maksudku, menjadi budak harta dan takhta. Memang tidak semua orang menyetujui secara langsung bahwa harta adalah segalanya dalam artian denotasi. Tapi, bukankah kita sering mendapati orang yang berkata "ah, nanti kalo kerja yang kepake malah bla bla bla bukan bidang ilmu yang relevan dipelajari sekian lama" hingga mereka menyimpulkan bahwa : sekolah tinggi tapi ternyata nggak terpakai ilmunya. Ahirnya mereka mulai menyadari bahwa ambisi akademiknya sangat minim guna. Penyesalan pun berdatangan haha.

Tak salah memang, pendidikan bukan bertujuan memberikan kekayaan harta, tetapi keluasan ilmu dan kebahagiaan batin yang diiringi peningkatan kualitas hidup. Perbaikan pola pikir tentunya didapatkan dengan pendidikan yang mengajarkan proses berpikir induksi dan deduksi secara berkesinambungan. Ayolah, Kamu menyadarinya bukan?.

Mengutip suatu pernyataan orasi yang cukup legendaris di kalangan aktivis

Jika hidup sekadar hidup, babi di hutan juga hidup
Jika kerja sekadar kerja, kerbau di sawah juga kerja
Lantas, apa yang membedakanmu, wahai mahasiswa?

Akhir kata

Selamat menggadaikan idealismemu, wahai para sarjana muda.

Oh iya, با ر ك للة في علمي  , иширо!.

Didik Setiawan

Jumat, 2 Agustus 2019
14.07

Posting Komentar

0 Komentar