Mendefinisikan Kebahagiaan



Semua orang ingin bahagia

Menjalani hidup di dunia ini
Ingin kubukakan jawaban
Misteri kesenangan yang sejati

Seingat Saya, saat itu masih kelas 4 SD atau 8 SMP, saat diriku diajak teman ke rental PS 2 bermain Guitar Hero. Lagunya bersenandung dengan keras namun entah mengapa Aku mengingatnya dengan baik, entah karena Guitar Hero atau lagunya.

J-Rocks dengan lagu Ceria cukup memberikan warna di masa SMA, Saya menyenangi liriknya yang penuh semangat. Dari situ sebenarnya Saya mulai berpikir, apa itu kebahagiaan? dan mengapa orang mencarinya?.

Saat SD, bahagia itu biasa Saya dapatkan dengan memacu adrenalin di jalan sempit, nyaris tertabrak dan terserempet dengan bersepeda di gang kecil. Menikmati jajanan pulang sekolah juga tak kalah membahagiakan. Jangan lupa juga, ketika Dancaw atau Milo mengunjungi SD untuk memberikan minuman gratis haha.

Saat SMP, Saya mulai berkenalan dengan teknologi. HP dan PC menjadi alat yang membawa kebahagiaan yang bernama game. Sama-sama memacu adrenalin, hanya saja ia lebih minim aktivitas fisik. Sebenarnya, Saya sudah mulai merasa, sepertinya standar kualitas kebahagiaan Saya menurun.

Saat SMA, Saya jatuh cinta pada fisika. Obsesi abstrak ini selalu memberikan kepuasan batin yang tak terkira ketika Saya berhasil memahami fenomena alam dengan penjelasan yang masuk akal. Pada saat itu, sejak SMP juga sih, sebagian teman lebih memilih cinta kepada lawan jenis sebagai sumber kebahagiaannya, hingga beberapa temanku mengalami kecanduan. Cinta memang adiktif.

Saat kuliah, Saya mulai menyadari bahwa kebahagiaan itu luas, lebih luas dari yang dibayangkan sebelumnya. Kadang ia bisa begitu sederhana, tapi tak jarang ia begitu kompleks. Sama seperti kesedihan, pencapaian kebahagiaan pun bisa datang secara random, dan kebahagiaan random memberikan sensasi kebahagiaan yang berbeda, sangat berbeda dengan kebahagiaan yang diperoleh dari kesengajaan, seperti main game dan scroll yang kita lakukan sehari-hari. Sejatinya kita mencari kebahagiaan bukan?.

Saya rasa, kebahagiaan mirip seperti sukses; tiap orang memiliki definisinya masing-masing, bergantung pada nilai dan kebiasaan yang ia anut. Tapi menurutmu sendiri, apakah penting mendefinisikan kebahagiaan itu sendiri?.

Kalau Kamu bertanya padaku, jawabanku adalah tentu saja.

Perlu rasanya menyimak kembali ke masa peralihan menuju dewasa, yakni ketika kita mempertanyakan tujuan hidup kita. Kalau kata orang islam sih, katanya tujuan hidup itu untuk beribadah, menjadi khalifah, dan bla bla bla. Tentunya nggak make sense bagi golongan liberalis apa lagi ateis. Itu memang diperuntukkan bagi mereka, mereka yang memang harus yakin akan kepercayaannya.

Pernah berpikir mengapa mereka kok mau melakukan hal itu? hal yang bagi sebagian orang sangat abstrak bahkan terkesan konyol untuk masa-masa modern ini. Sebenarnya, kalau dirunut sih karena dalam Islam sendiri Allah menjanjikan surga jika dan hanya jika aturan agama terpenuhi, yang mana surga adalah tempat yang dipenuhi dengan kebahagiaan. Yap, Islam menyuruh manusia bertindak seperti itu untuk mengejar kebahagiaan dari sudut pandang agamanya. Lalu, bagaimana dengan orang yang enggan mengikuti pola pikir semacam ini? maksudku, mereka yang ingin membebaskan pikiran dari belenggu agama yang terkesan penuh doktrin dengan dogma-dogma pemaksaan?.

Itulah yang Saya pikirkan sebenarnya.

Secara sederhana, kebahagiaan bisa diraih ketika harapan terwujud. Sesederhana itu. Hanya saja, prosesnya membutuhkan sesuatu yang sangat kompleks. Misalnya nih, anggaplah kebahagiaanmu adalah ketika Kamu memiliki kapal pesiar. Sederhana, punya lalu bahagia. Di sinilah Kamu mulai menyadari bahwa kebahagiaan itu mengharuskan seorang untuk mengetahui medan perjuangan dan peralatan yang digunakan untuk mencapainya. Serta tak lupa strategi untuk mendapatkannya, alias perjuangan nyata.

Kebahagiaan jarang didapatkan dari bermalas-malasan seperti melihat video kucing yang menggemaskan, tapi kembali lagi, tiap orang memiliki definisi masing-masing dalam memahami kebahagiaan yang ia inginkan.

Ada satu ilmu universal yang berlaku secara luas mengenai kebahagiaan, katanya sih  membahagiakan orang lain bisa memberikan kebahagiaan yang nyata pada diri. Terbukti sih, inilah yang menjadi landasan mereka yang berani mempertaruhkan hati mereka atas nama cinta. Jika usiamu melebihi 17 tahun, seharusnya Kamu mengerti perkara ini.

Membahagiakan orang lain memang tidak melulu soal cinta lawan jenis, ada banyak jenis cinta yang ada di dunia sih, hanya saja memang kita sebagai manusia selalu memiliki tempat yang spesial pada cinta terhadap lawan jenis.

Ada lagi nih, tatkala dirimu makin berumur, Kamu mulai berdamai dengan idealisme hidup, yakni ketika pada akhirnya mulai menyadari bahwa kebahagiaan bisa diukur dengan uang atau harta.

Tidak, bukan jumlah harta secara kuantitas, tetapi kualitas yang kamu dapatkan dari penggunaan harta tersebut. Misal, untuk traveling, makan, berbelanja, berolahraga, melakukan hobi, dan hal lainnya yang membutuhkan uang atau harta.

Ah, ada apa dengan diri Saya ini, Saya sendiri sampai lupa bahwa kebahagiaan juga bisa didapatkan dari ilmu dan pengalaman spritual. Memang sih, kebahagiaan jenis ini agak langka dikagumi dikarenakan butuh perjuangan yang lebih keras untuk hasil yang tidak begitu banyak. Tapi, sebenarnya pencapaian kebahagiaan jenis ini sangat menjelaskan mengapa banyak temanmu yang begitu hobi menjadi kutu buku dan manusia alim, itulah kebahagiaan mereka.

Kamu punya kehendak untuk mendefinisikan apa itu kebahagiaan, jika Kamu merasa itu tidak penting, itu juga tak masalah, mungkin bahagiamu adalah dengan cara tersebut, cara hidup yang tidak memiliki standar terhadap suatu ukuran.

Lalu, mengapa Aku begitu bersikeras ingin menyampaikan pentingnya pendefinisian kebahagiaan?.

Alasanku sederhana, manusia ingin bahagia, dan sedih pasti selalu membayangi kemungkinannya. Jika kebahagiaan tak tercapai, kemungkinan mendapati kesedihan sangat besar. Sedih yang berlarut-larut tidak begitu baik bagi kesehatan fisik dan mental, di situlah kebahagiaan diperlukan untuk memperbaiki dampak buruk dari kesedihan yang dirasakan. Dan, tentunya jika kita punya definisi pribadi mengenai kebahagiaan, seharusnya proses rehabilitasi diri dari keadaan terpuruk yang terburuk akan jauh lebih cepat karena Kamu memiliki arah bagaimana memperbaiki kehidupan yang tidak sesuai dengan harapanmu tersebut.

Aku menulis ini dengan bahagia, berharap siapa pun Kamu yang membaca ini juga menemukan kebahagiaan versi dirimu. Serta, pesanku yang terakhir adalah ungkapan mainstream yang beredar di kehidupan sehari-hari:

Jangan sampai kebahagiaanmu merupakan buah dari penderitaan orang lain, karena itu sungguh tidak keren kawan

Didik Setiawan

Jumat, 2 Agustus 20019

15.07

Posting Komentar

0 Komentar