Menyangkal Keberadaan Tuhan



Semua terpicu ketika tatkala kelas 3 atau 4 SD lalu Saya membaca kisah Nabi Ibrahim. Konon katanya, ia sempat bertanya dalam diri yang kira-kira idenya seperti ini "kalau Tuhan ada, seharusnya ia selalu ada menemani hamba-Nya". Akhirnya Ibrahim pun mencari Tuhan, awalnya ia kira matahari, lalu bulan, dan akhirnya ia menyerah dengan kegagalan dalam pembuktian gagasan dalam pikirannya sendiri. Tentunya, cerita tersebut ditutup dengan sang Nabi yang mendapat ilham dari Tuhan. Namanya juga cerita agamis hehe.

Sebagai sosok manusia yang mendapatkan agama dari darah melalui jalur keturunan, Kami dipaksa untuk mempercayai apa yang diajarkan oleh orang tua Kami tanpa boleh mempertanyakan alasannya. Jika mereka dapat menjawab, mereka akan dengan bangga memberikan penjelasan, lengkap dengan cocokloginya. Jika mereka tidak dapat menjawab, jurus andalan mereka muncul "nggak semuanya masuk akal, makanya ini dinamakan kepercayaan/keyakinan, dan kita harus mengimani ini".

Sebagai seorang pemberontak dalam pikiran, tentunya "iya/oke" yang Saya lisankan hanyalah berhenti sampai di lidah, tak sedikit pun berhasil mencapai pikiran, apalagi qalbu. Bagaimana mungkin Saya bisa percaya dengan doktrin-doktrin yang bahkan mereka sendiri tidak memiliki keyakinan penuh di dalamnya? ketika ditanya, mereka hanya mengelak dengan jawaban sakti yang memaksa pendengarnya سمعنا و اطعنا (we hear and we obey). Mohon maaf, tak semudah itu kapten.

So, masuk rohis adalah cara "paling benar" untuk menemukan pembuktian keberadaan Tuhan atau mungkin penyangkalan keberadaan-Nya hehe. Malangnya, pendidikan di rohis -saat Saya remaja pada waktu itu- pun ternyata mengandalkan doktrin agama juga. Tak ada yang Saya dapatkan selain ilmu buku dan budaya ritualitas agama yang benar-benar nggak make sanse -bagi Saya saat itu.

Pada akhirnya sampailah pada suatu momen mengetahui ada seseorang yang bernama Zakir Naik. Saat itu sempat populer pada masanya karena berhasil berdebat dengan orang beragama dan mengislamkannya. Gila kataku, agama kok dibuat taruhan. Tak luput Saya juga memperhatikan debat beliau dengan mereka yang tidak beragama. Tapi kalem, ini bukan tentang orang itu.

Pada perjalanan spiritual yang Saya alami, Saya akhirnya menyadari bahwa adalah suatu kewajaran untuk mempertanyakan eksistensi Tuhan itu sendiri. Akal berasal dari Tuhan, seharusnya ia bisa digunakan untuk menemukan Sang Pencipta Akal itu sendiri. Logis ya.

Sampailah pada suatu eksperimen pikiran. Saya memulainya dengan logika sederhana dan Saya hanya perlu membuat kesimpulan dari gagasan-gagasan yang muncul dalam benak. Idenya adalah kalau gagasan sederhana saja gagal membuktikan eksistensi Tuhan, bagaimana nasib pengujian dengan gagasan rumit?. Gagasan inilah yang ingin Saya sampaikan.

Oh iya, ini adalah gagasan saat SMA, sangat dasar dan mungkin kurang greget untuk anak kuliahan. Meskipun begitu, saat itu Saya sendiri sudah berhasil membuktikan bahwa Tuhan itu ada, dan Saya gagal dalam menyangkal keberadaan Tuhan itu sendiri. Berniat mencobanya?.

1. Sang Pencipta

Ada kisah menarik yang pernah Saya baca akhir SMP atau awal SMA lalu. Cerita tersebut mempertanyakan mengapa kita sebagai manusia begitu sulit menerima (secara nalar) rumah yang terbangun rapi adalah sebuah kebetulan semata dan terjadi begitu saja?. Kemudian dengan beraninya mengatakan bahwa alam terjadi karena kebetulan dan terjadi begitu saja?. Padahal alam semesta tercipta sangat sempurna dan begitu mengagumkan. Seberapa sempurna? mari Saya bantu cicil.

Kita mengenal sebuah konsep golden rule, sebuah perbandingan yang bakalan keren banget jika diaplikasikan. Kita tau ada yang namanya phi dan berguna banget dalam geometri. Ada yang namanya bilangan natural, angkanya sangat powerful. Ada lagi, dalam fisika Kamu akan sering menjumpai beragam konstanta yang didapatkan dari percobaan empiris, alias angka yang ada di alam. Wah, hebat ya ada angka-angka keren gini. Kebetulan ditemukan atau memang ada yang menciptakan (angka sebagai) sebuah formula yang sempurna?.

Teori evolusi adalah makar dalam tiap perdebatan eksistensi Tuhan terkait penciptaan. Kemudian, suatu saat Saya menemukan bahwa keberadaan manusia semi kera atau apa pun itu memang nyata adanya. Ia pernah hidup berdampingan dengan manusia tatkala manusia masih menganut sistem kremasi dalam pemakaman. Iya, sejarah mereka hilang karena tatkala meninggal jenazah harus dikremasi dan kita sebagai Homo sapiens adalah Homo yang bertahan, Homo lainnya tidak bertahan alias punah secara harfiah. Selaras dengan teori seleksi alam bukan?.

Indra menjadikan manusia begitu sombong dan egois dalam menentang keberadaan Tuhan. Hanya karena tak dapat dibuktikan secara fisik lantas dengan mudahnya mengatakan Tuhan itu ilusi yang menciptakan candu agama. Padahal, cinta tak pernah sekali pun menunjukkan wujudnya secara fisik. Semua yang terlihat sebagai cinta pada mata manusia adalah tindak lanjut dari perasaan cinta itu sendiri. Mudah bagi kita menerima cinta yang begitu abstrak dan bertindak atas nama cinta. Namun, mengapa sulit bagi kita menerima keberadaan Tuhan yang keberadaannya sulit disangkal dan bertindak atas nama keagungan Tuhan?. Apa cinta yang manusia rasakan hanyalah candu yang manusia buat sebagai kelanjutan dari ilusi akan sebuah kebahagiaan yang memabukkan?.

2. Sang Pemelihara dan Sang Pengendali

Air di bak mandi akan meluap jika air dibiarkan mengalir dari keran 'selamanya'. Sehingga keinginan kita untuk mengisi bak mandi 'secukupnya' dinyatakan gagal. Di sini kita perlu menutup keran air pada kesempatan yang tepat. Sebuah keseharian yang sangat biasa.

Ada sebuah ide dalam islam yang harus dilanggar pada bagian ini supaya tulisan ini mudah dipahami. Sebuah kepercayaan dalam Islam yang menyatakan bahwa Allah tidak sama dengan makhluk-Nya.

Ide ini dengan sangat terpaksa harus dilanggar agar teori pemelihara dan pengendali mudah dipahami oleh kita sebagai manusia dalam memahami "apa yang Tuhan kerjakan". Oke? kita mulai lagi ya.

Kamu masak air nih, api nya Kamu biarkan terus menerus, airnya Kamu diamkan begitu saja. Padahal, Kamu ingin menyeduh kopi, biar indie, kopi senja kopi senja wkwk. Nah, kira-kira apa yang terjadi ya?. Dapet jawaban?. Oke, kita pindah.

Di bawah kita, di inti bumi, ada tuh yang lagi dipanasin, karena dipanasin terus menerus akhirnya medan elektromagnetik di bumi bisa tercipta dan berguna banget bagi manusia. Kira-kira, apa ya yang terjadi kalau Tuhan kelupaan ngurus ini?. Eh bagaimana ya, kalau reaksi fusi di bintang dibiarkan begitu saja? dibiarkan terus menerus gitu, padahal dengan gravitasinya tersebut, si bintang bisa menjaga orbit tiap planet dalam sistemnya biar nggak tabrakan . Hmmm menarik ya.

Kita sangat biasa dengan alarm. Ia harus diatur dulu agar bekerja sesuai keinginan. Satu keseharian yang sangat biasa. Eh, kalau seandainya awan itu bisa terbang ke luar angkasa mungkin air di bumi sudah habis ya? kok bisa awan diatur entah gimana caranya terbang di langit padahal air loh. Ngomong-ngomong, kok bisa ya ayam bangun pagi terus? apa dia nggak ngantuk dan capek bangun pagi terus?. Ini siapa coba yang membuat setting bangun dan tidur semua makhluk tepat waktu di waktu yang tepat?.

3. Yang Maha Kuasa

Pada kisah Nabi Ibrahim (lagi) ditantang tuh Raja Namrud untuk menerbitkan matahari dari barat ke timur. Hmm, katanya sih Tuhan nya Nabi Ibrahim yang menggerakkan Matahari dari timur ke barat. Apa berarti Tuhan hanya menguasai alam?.

Kalau memang Tuhan hanya menguasai hukum alam, kok bisa ya ada orang yang tiba-tiba dalam sekejap berubah dari orang jahat menjadi baik hanya dengan sekali dinasihati?. Kok ada ya manusia yang belum lama kenal jadi jodoh seumur hidup? Kok mau-maunya orang rela mati dalam perang demi apa tuh? tauhid dan aqidah ya? kata mereka sih gitu. Kok mau ya orang-orang rela antre haji puluhan tahun cuma biar bisa muterin ka'bah?.

Yap, Tuhan seharusnya bisa mengendalikan manusia, wong kita ciptaan Dia. Tapi ingat, kita bukan boneka marionette yang sepenuhnya dikendalikan Tuhan karena kita dibekali free will dan akal. Tuhan nggak sejahat itu gan. Kita semua memiliki takdir yang bersifat probabilistik dan semua kemungkinan jalan hidup yang kita tempuh pasti terdapat kuasa langsung dari Tuhan.

4. Sang Penyebab Keajaiban

Kamu masih percaya dengan kebetulan? Wah mohon maaf, Saya lebih percaya dengan takdir Tuhan. Kamu masih percaya dengan keajaiban? mohon maaf juga, Saya lebih percaya dengan pertolongan Tuhan. Ini adalah salah satu pembuktian yang paling sulit. Setidaknya, nyawamu harus terancam untuk bisa meyakini sepenuh hati keberadaan-Nya. Kamu yang nyaris mati pasti tau rasanya ada "sesuatu" yang menolongmu. Ya siapa lagi kalau bukan Tuhan?.

Ada suatu ungkapan yang cukup mainstream beredar, Saya pun lupa menemukannya di mana. Kira-kira isinya seperti ini : "Membuktikan Tuhan memang sulit, tapi menyangkal keberadaan-Nya jauh lebih sulit". Ungkapan ini adalah pegangan yang menurut Saya pribadi wajib banget dibuktikan oleh masing-masing individu sebagai landasan sebelum akhirnya ia bisa beragama dengan kerelaan dan kesungguhan sepenuh hati.

Menurut Saya pribadi, orang yang tidak beragama dan tidak bertuhan adalah orang yang terjebak pada suatu kekeliruan yang nyata, bagaimana mungkin ia tidak memilki "sesuatu" untuk disembah dan mengabdikan hidup?. Kalau kata komentar di facebook sih mereka pantas tidak disukai karena ateis tidak menyumbang hari libur. Jangan terlalu serius ya hehe.

Setelah itu, tugas Kamu selanjutnya adalah membuktikan kebenaran agamamu dan salahnya agama lain. Atau dibalik juga boleh sih. TAPI, cukuplah jadi pengetahuan pribadi, TIDAK UNTUK DISEBARLUASKAN karena dampak buruknya sangat besar. Dalam agama Saya sih lebih penting untuk menghindari keburukan daripada menciptakan kebaikan. Saya memang tidak menganut paham pluralisme. Bagi Saya pribadi, nggak masuk akal jika semua agama benar. Bagaimana mungkin Tuhan menyampaikan eksistensi dirinya dengan identitas yang berbeda? Tuhan kok tidak konsisten (jika Kamu merupakan golongan yang beranggapan bahwa Tuhannya sama tapi caranya beda). Atau, jika semua agama benar maka Semua Tuhan ada secara bersamaan (bagi Kamu yang merupakan golongan yang mempercayai bahwa semua agama punya Tuhannya masing-masing yang berbeda). Oke lah kalau dalam planet yang berbeda. Tapi kalau masih dalam bumi yang sama benar-benar tidak logis, seakan-akan Tuhan kurang kerjaan.

Ketika Saya beranjak kuliah, yakni ketika Saya sudah sangat mantap meyakini bahwa Tuhan itu ada, tugas Saya selanjutnya tentu mengkritisi agama sendiri. Saya sempat berbincang bersama teman filsafat 2015 lalu, ia mengatakan bahwa jangan takut untuk mengkritisi Islam, jika Islam memang benar maka seharusnya ia kebal kritik.

Kebal kritik yang ia maksud bukanlah Islam nggak bisa dikritik dan 'diserang' untuk membuktikan kebenarannya, tapi kebalnya Islam terhadap kritik dengan melawan semua kritik pada dirinya.

Misalnya seperti ini, Islam mengklaim dirinya benar DAN selainnya adalah salah. Salah satu cara pembuktiaanya bisa dilakukan dengan menggunakan konsep 'dan' itu sendiri. Pada konsep 'dan' kita hanya perlu membuktikan salah satu premisnya. Ketika satu premis benar maka keduanya benar. Berlaku sebaliknya. Dan hingga sekarang Saya masih mencoba mengkritik Islam dalam pikiran, tapi ya nahasnya ia selalu benar dan gagasan Saya yang salah, entahlah haha.

Satu contoh yang Saya lakukan, bagaimana mungkin 1 hari di akhirat = 1000 tahun di dunia?. Ketika Kamu paham konsep relativitas ini menjadi logis, sangat logis bahkan. Tahun 600an coy ada yang ngasih spoiler relativitas? dari orang yang nggak bisa baca tulis dan dia bilang dapet ilmu ini dari Tuhan?. Ya mohon maaf nggak bisa kasih contoh lainnya, Saya harap Kamu mengerti hehe.

Pada akhirnya, Saya bisa tunduk sepenuh hati lengkap dengan kepercayaan penuh dalam ikrar yang terlantunkan di tiap sholat, sebuah ikrar yang menegaskan bahwa tiada sesembahan yang layak disembah selain Allah. Tidak perlu bagi Saya membuktikan eksistensi Nabi Muhammad karena sejarah telah membuktikan bahwa pria tersebut pernah hidup di bumi sebagai pemimpin, persis yang diajarkan agama Saya.

So, sudah siap melakukan perjalanan spritual versimu sendiri untuk menyangkal keberadaan Tuhan?.

Didik Setiawan

Ahad, 11 Agustus 2019
14.42

Posting Komentar

0 Komentar