Oke, ini penting banget, penting banget ngasih klarifikasi, dasar Saya, betapa cerobohnya, duh.
Yang pertama, Aku nggak tau siapa Kamu hingga membaca tulisan ini, hanya saja, jika Kamu adalah sang penyelidik Aku ingin memberikan pembelaan bahwa ini adalah tulilsan klarifikasi karena jika tidak begitu, interpretasi yang lebih parah bisa meemperkeruh pertemanan Saya.
Yang kedua, klarifikasi ini sudah Saya jelaskan di facebook di waktu yang berdekatan dengan waktu postingan ini. Klarifikasi diberikan di facebook karena nggak mungkin Saya ngasih di instagram, apalagi sampai delete story, makin dicurigai. Akhirnya, Saya buat sebuah pesan tersirat di sana dan Aku yakin ada yang menghampiri tulisan ini, meskipun entahlah akan mengerti pesan ini atau tidak.
Yang ketiga, untukmu, orang yang memang Aku maksud di stroy ku, Aku ucapkan selamat ulang tahun. Kamu ke mana aja deh udah lama nggak keliatan di teknik (non jurusanmu)? Aku bahkan sampai lupa tinggimu tuh sama atau lebih pendek *eh wkwk. Selamat ulang tau bruh, kali ini ucapannya nggak kayak tahun lalu kok wkwk.
"Dan waktu yang terus bergulir, lalui~"
Udah gitu aja.
Kamis, 20 Juni 2019
21.39
Oh iya, Aku tambahin postingan di facebook nih. Post di faceboook Aku buat setelah menulis klarifikasi kok hehe. Entah bagaimana hasilnya.
Memanipulasi Penginterpretasian Orang Lain
Dusta yang Saya anut dan yakini adalah ketika orang lain menyampaikan secara jelas suatu ketidakjujuran. Sedangkan, kesalahan penafsiran akan suatu objek mau pun konsep yang ambigu adalah sebuah risiko tersediri atas keegoisan dalam penyelidikan suatu fakta yang bias.
Saya Didik Setiawan, mari kita lanjutkan tulisan facebook yang mengganggu beranda anda.
Terinspirasi dari temen-temen yang suka ngasih kode di media sosial sih, banyak kode-kode berseliweran, dan ternyata Saya pun menempuh langkah itu, Ya seru ternyata gan, mau bagaimana lagi?.
Saya pernah menulis suatu trik, tulisan mengenai meletakan rahasia di ruang publik, nah ini sebenarnya konsepnya agak beda, hanya saja prisnsip kerjanya hampir setara lah.
Media sosial digunakan untuk berinteraksi, ketika kita sudah terbiasa memberikan kode dan menafsirkan kode, sebenarnya yang kita dapatkan hanyalah kesenangan psikologis yang seringnya menipu diri. Makanya, Saya sering banget ngasih klarifikasi agar kesalahpahaman tidak berlanjut hingga jauh. Karena sungguh menyebalkan sih, sangat menyebalkan ketika Saya mulai menyadari bahwa semakin bertambahnya usia, teman-teman Saya jadi makin sensitif dengan hal-hal kecil yang sepele, ya mungkin itulah yang disebut penuaan (?). Padahal, dulu saat usia belasan tahun perkara semacam pembicaraan kecil tak bermakna sungguh tak akan di bahas lagi. Begitu abstrak ya? biarlah Saya saja yang mengetahui bagaimana detailnya.
Itu latar belakang, nah sekarang harus loncat, bagaimana pendapatmu tentang story Saya yang Saya buat sore tadi (beberapa waktu yang lalu)? bener-bener fresh sih.
Saya menduga ada dua kemungkinan sih, yang pertama ucapan untuk hari ini (saat itu), atau untuk 13 juni?.
Iya, keduanya salah kok.
Saya sering memberikan ucapan, terlebih ucapan ulang tahun. Tak ada yang 'beda' jika templatenya "selamat ulang tahun, semoga bla bla titik". Ucapan ulang tahun memang tulus Saya ucapkan, namun bukan bearti untuk suatu tanggal tertentu. Kalau Kamu perhatikan, hampir tiap hari temen kita ulang tahun, mereka yang mengamati notifikasi seharusnya menyadari hal ini sih. Gagasan kali ini sengaja Saya buat agak tak menyatu, kadang bosan juga menyampaikan gagasan dengan jelas (?) namun masih menimbulkan kesalahan tafsir. Skip.
Menarik ya? dengan sedikit data, manusia dengan mudah mengambil kesimpulan berdasarkan pengalaman. Jelas, ini merupakan keunggulan manusia jika dibandingkan 'ciptaan' manusia, tapi apakah Kamu menyadari bahwa di situlah terbentuklah sebuah celah?.
Kesalahan dalam memahami pesan yang tak utuh seringkali menimbulkan pengetahuan yang sok tau, sebuah pengalaman pengetahuan yang merujuk pada ego kebenaran karena jam terbang akan pengalaman penafsiran yang tak pernah salah.
Pada suatu kesempatan, Saya melihat foto adik tingkat Saya (perempuan) dengan temannya (laki-laki), wajahnya ditutup (ya iyalah), terdapat sebuah tulisan tidak sinkron, dengan susunan abjad yang berbeda warna. Setelah berkonsultasi dengan teman Saya, ia berpendapat bahwa itu adalah sebuah 'publikasi' tidak resmi yang merujuk pada inisial. Dari situ Saya mendapatkan konsep berpikir memahami pesan tidak sinkron.
Masuk akal, analisis yang teman Saya berikan cukup logis. Sebagai sesama perempuan tentunya mereka bisa saling memahami kode satu sama lain. Dan, bagaimana jika pengirim kodenya adalah laki-laki? apakah perempuan akan menafsirkan kode dengan cara yang sama?.
Secara teknis Saya belum pernah membuktikannya, lagi pula bagi Saya ini bukanlah perkara penting untuk saat ini. Hanya saja, dengan mudah kita dapat mengacaukan penafsiran para penginterpretasi dengan konten yang tidak sinkron.
Kok bisa?.
Karena berdasarkan pengalaman sang penafsir, sesuatu yang tidak sinkron adalah sebuah sistem pengkodean yang hanya bisa dikodekan ulang berdasarkan pengalaman. Sehingga, data yang didapatkan adalah sebuah data yang sebenarnya sangat sinkron. Bahasa gampangnya enkripsi, nah!.
Jadi inget tahun lalu saat belajar komunikasi data. Encode dan decode itu harus tepat agar data yang diterima sesuai dengan data yang dikirim, alias, maksud pengirim sama dengan maksud penerima. Ketika proses ini berbeda, maka tidak ada jaminan bahwa maksud pengirim = maksud penerima.
Di sini lah letak celah keamanan interpretasi manusia.
Sejak menyadari hal ini, Saya selalu berpikir berulang kali sebelum mengirimkan 'pesan yang tidak sinkron' alias pesan yang terenkripsi. Sejatinya, Saya hampir bisa memastikan bahwa penerima pesan Saya memang bisa menerjemahkan pesan tersebut, masalah timbul ketika publik memiliki cara yang berbeda dalam menerjemahkan sebuah pesan terenkripsi. Itu urusann pribadi sih hehe.
Lalu, bagaimana cara mengacaukan penafsiran orang lain?.
Konsepnya sederhana, menyimpanglah dari kebiasaan penafsiran, namun tetap pastikan sang penerima dapat menafsirkan persis seperti apa yang Kamu harapkan. Caranya dengan mengungkit 'metode enkripsi' yang sama-sama kalian ketahui.
Misal, Saya mengirimkan pesan 'apa kabar' kepada seseorang yang Saya temui di perpustakaan. Tentunya Saya ambil gambar di perpustakaan dengan tulisan tersebut dan mengarahkan pada nama penulis buku. Tentunya banyak penginterpretasi menganggap bahwa penulis buku memilki kemiripan nama, padahal . . ya itu silahkan kamu desain sendiri. Konsepnya seperti membuat orang salah fokus. Menciptakan kesan bahwa gajah yang di depan tidak terlihat, namun semut yang di seberang terlihat.
Satu hal yang seru dari tindakan 'menyimpang' ini adalah ketiadaan dusta. Ya, secara teknis Kamu tidak berbohong, karena kesalahan penafsiran para penginterpretasi murni disebabkan pengalaman mereka dalam menerjemahkan kode dan kalimat yang tidak sinkron, bukan karena kamu menyampaikan infromasi yang salah, see?.
Jadi? selamat skripsian~
Didik Setiawan
20 dan 22 Juni 2019
21.56 dan 21.32
0 Komentar