Hai! Halo!
Aduhai! apa iya pecinta musik koplo?
Tak berandai bak anai, lalu merendah seperti telo
Dalam proses tuai dengan kepulan anglo
Di bawah langit yang sama
Rasanya, seperti di bawah naungan irama
Langit yang merona
Indah, memesona
Biru kataku
Selalu membuatku terpaku
Tertekuk kaku
Diam, ya, apa lagi? membeku
--1
Dalam tiap hembusan nafas Aku selalu berharap
Derap langkah yang kian menjerat
Serat kegigihan yang selalu digarap
Serap optimisme yang menjadi syarat
Ramadhan usai, Syawal tiba
Tantangan usai, prihal tiba
Hari biasa tiba, hari spesial usai
Hari konsistensi tiba, hari pencitraan usai
Waktu normal telah kembali
Setelah, ia beristirahat, untuk memulai
Melabrak waktu, tanpa terkecuali
Memerankan amanah dengan menyeringai
---2
Sekarang kembali lagi
Berjalan sebagaimana biasanya
Melalang buana datang dan pergi
Memberikan bekas berupa tanya
Sudahkah target ramadhan terpenuhi?
Sudahkah amarah berhasil kau tahan?
Sudahkan pertikaian pribadi disudahi?
Sudahkah ibadahmu sesuai arahan?
Hanya dirimu yang tahu
Biarkan langit menjadi saksi
Kelak, birunya memberi tahu
Dengan sukarela menjadi saksi
---3
Duhai saksi dan pemilik langit!
Aku percaya Kau mendengar jerit
Bersimbah semangat dan spirit
Tanpa memedulikan loyalitas yang irit
Kepada langit, Aku sampaikan pesan rindu
Kepada persaingan di masa depan, Aku sampaikan pesan kekhawatiran
Kepada Allah, Aku sampaikan rasa rindu
Kepadamu, Aku sampaikan rasa kekhawatiran
Aku tak tahu bagaimana harus menyampaikannya
Ketika rindu begitu membuncah
Aku tak tahu mengapa begitu merindukannnya
Hanya saja, rindu tak pernah tercacah
---4
Wahai langit biru, langit yang sama
Seandainya dirimu, bisa menyampaikan pesan yang sama
Aku mohon sampaikanlah pesan rindu, kepada dirinya
Orang yang begitu berarti bagiku, meski pun tidak sebaliknya
Tak mengapa, bagiku itu adalah kenormalan
Tak mengapa, ketika semua hanya berjalan satu arah
Tak mengapa, bagiku yang terpenting semua bukanlah bualan
Tak mengapa, meski pun di serang, ya Aku memang hanya bisa pasrah
Rindu memang hanya satu kata
Penuh makna bagiku, tak berarti baginya
Tak apa, tak ada yang salah dengan fakta
Bagiku, yang terpenting adalah penyataannya
Pernyataan bahwa Aku begitu merindukannya
---5
Wahai langit biru, langit yang sama
Sampaikanlah rasaku yang begitu khawatir
Persaingan di masa depan yang terlihat begitu lama
Namun selalu berhasil membuatku getir!
Kau tau? wahai langit?
Aku begitu takut dengan persaingan sengit
Persaingan mendapatkan hatinya yang akan sangat rumit
Terlebih, dengan modalku yang hanya sekelumit
Kau tahu langit biru?
Aku hanyalah pemuda bodoh yang mengidamkan bidadari
Mungkin makin bodoh, karena menutup hati dari gadis lain yang lebih baru
Demi seorang teman yang ingin dijadikan permaisuri
Tapi, wahai birunya langit
Aku tahu bahwa persaingan akan begitu rigid dan sengit
Meski pun Aku khawatir
Aku tak akan mudah untuk menyingkir
---6
Oleh karena itu
Wahai langit biru
Kutitipkan rindu
Untuk perempuan itu
Sampaikanlah
Hai Langit Biru!
Bekasi, 7 Juni 2019
23.15
Didik Setiawan
0 Komentar