Kali ini Saya akan menceritakan sesosok teman Saya. Bukan, ini bukan cerita cinta-cintaan, murni cerita tentang teman Saya aja kok.
Di sepuluh hari terakhir pada bulan Ramadhan 1440 H ini entah mengapa tiba-tiba terpikirkan tentang orang tersebut, mungkin karena teringat Ramadhan tahun lalu? haha hanya Saya dan dia -jika dia ngeh- yang tau.
Aku bisa bilang dia adalah salah satu gadis terbaik yang pernah Aku temui. Bukan terbaik menurut standar "pasangan" ya, murni terbaik dalam artian harfiah. Saya berani bilang begitu karena secara objektif Saya berhasil membuktikannya, Aku yakin jika Kamu tau pencapaiannya pasti akan terkesan "gila, keren banget!".
Pertama Aku melihatnya, tunggu, kurang tepat redaksinya. Pertama kali Aku mengenali wajahnya membuatku mengingat teman masa lalu. Teman masa lalu di sini Aku definisikan sebagai teman yang pernah Aku jumpai sebelumnya. Parasnya agak serupa tapi sialnya langsung mengingatkanku pada karakter yang melekat pada teman masa laluku itu tadi.
Di sini sebenarnya Aku rasa sudah mulai ada masalah, entah mengapa respon yang muncul adalah respon yang sama tatkala berjumpa dengan teman masa lalu itu. Maksudku, Aku melompati jajak perkenalan dari nol. Rasanya jadi canggung, asli.
Parahnya ya sekarang ini, kalau kata film Fight Club sih "teman sekali pakai", sebuah konsep pertemanan yang hanya ada tatkala dibutuhkan, bukan pertemanan semi-abadi yang didapatkan seperti pada proses penjajakan organisasi atau pendidikan.
Di sini, Aku tidak begitu mengenalnya, ia hanyalah teman jauh dengan sedikit lingkaran pertemanan yang beririsan denganku. Entahlah, Aku rasa memang hanya sedikit atau memang sedikit karena pengetahuanku yang minim mengenai jejaring pertemanan kami.
Aku tidak tau apakah ia adalah sosok gadis yang tangguh atau tidak, hanya saja nampaknya hingga sekarang ia masih terus berkenalan dengan dirinya lebih dalam. Ia masih belum bisa memaafkan kondisi dirinya yang dirinya rasa agak berbeda dengan kebanyakan perempuan lainnya.
Maksudku, dia masih perempuan murni, penuh perasaan, dan anggun tentunya. Hanya saja, pada beberapa kesempatan ia pun masih mempertanyakan "kenapa hal lain begitu biasa bagi Saya? padahal perempuan lain menganggapnya tidak seperti apa yang Saya rasakan".
Dari mana Aku bisa berkata demikian?.
Ya karena itu terlihat dengan jelas tatkala ia mengalihbentukan perasaan dia ke bentuk lain.
Tidak, Aku tidak pernah berbincang dengannya dengan topik ini. Murni hanya tebakanku yang berpeluang besar salah.
Satu hal yang mungkin menarik bagiku adalah tatkala dia melihat ketidaknormalan yang terjadi di kehidupannya dia hanya berusaha bersikap "bodo amat" lengkap dengan paket apatis yang ia punya, walaupun tetap saja apatis dari ego yang ia punya masih jauh di bawah yang dimiliki laki-laki, seperti yang Aku katakan sebelumnya, ia masih perempuan murni.
Lalu, seberapa penting dirinya bagi diri Saya?
Ya kayaknya nggak ada sih wkwkwk. Entahlah, Saya senang saja membahas orang lain dengan narasi berputar yang membuat pembaca lapar hehe.
Aku bukanlah orang yang mudah memberikan kesan spesial pada sosok perempuan. Kesan spesial yang Aku buat seringkali hanyalah perwujudan dari rasa hormatku yang tinggi pada perempuan secara umum.
Aku tidak ingin Kamu (siapa pun yang membaca ini) beranggapan bahwa Didik adalah manusia gombalis, tidak, Aku hanya menunjukkan betapa tingginya martabak, eh, martabat setiap perempuan.
Aku menulis anggun karena bukankah itu adalah kata yang tepat untuk membangun karakter pada perempuan? bukanlah sebuah kata spesial untuk satu orang saja.
Kata terbaik memiliki cabang dalam penentuan konteks, ia bisa bermmakna umum atau secara spesifik. Terbaik dan terbukti objektif bermakna sangat umum, sangat umum di sini bermakna dapat dibuktikan dan orang-orang secara mayoritas seharusnya setuju jika objek tersebut diketahui.
Hal seperti ini penting untuk meluruskan persepsi yang berlebihan dari pembaca, karena Saya pun tidak habis pikir tersandung masalah karena tulisan yang Saya buat. Padahal, kebanyakan isinya hanyalah sebuah narasi tanpa konteks yang Saya buat pure dengan tujuan sastra.
Menulis untuk orang lain bukan berarti orang tersebut begitu spesial bagi Saya, tidak, Saya pun berusaha menjaga hati sebagaimana dirinya -yang tidak merujuk pada sosok dalam tulisan ini.
Menulis untuk orang lain hanyalah sebuah kebaikan murni yang bisa Aku wujudkan tatkala Aku benar-benar tak bisa menyampaikan "eh, kamu keren ya".
Karena Aku sendiri mulai mikir-mikir, jika perempuan terus dipuji, maka apakah itu akan mengusiknya? padahal pujian tersebut hanyalah pujian tulus yang tak memiliki pesan apa-apa, terlebih maksud cinta.
Entahlah, setidaknya, izinkanlah Aku terus menulis hingga malaikat Izrail menyuruh ruh ini keluar dari raga.
Salam hangat untukmu yang entah ada di mana,
Semoga Allah senantiasa menjaga dan melindungi dirimu,
Tetaplah istiqamah, semoga Allah menguatkanmu
Doa dan harapan teruntuk. . .
Ya siapa lagi dodol
wkwk
Didik Setiawan
Ahad, 26 Mei 2019
22 Ramadhan 1440 H
22.59
Di sepuluh hari terakhir pada bulan Ramadhan 1440 H ini entah mengapa tiba-tiba terpikirkan tentang orang tersebut, mungkin karena teringat Ramadhan tahun lalu? haha hanya Saya dan dia -jika dia ngeh- yang tau.
Aku bisa bilang dia adalah salah satu gadis terbaik yang pernah Aku temui. Bukan terbaik menurut standar "pasangan" ya, murni terbaik dalam artian harfiah. Saya berani bilang begitu karena secara objektif Saya berhasil membuktikannya, Aku yakin jika Kamu tau pencapaiannya pasti akan terkesan "gila, keren banget!".
Pertama Aku melihatnya, tunggu, kurang tepat redaksinya. Pertama kali Aku mengenali wajahnya membuatku mengingat teman masa lalu. Teman masa lalu di sini Aku definisikan sebagai teman yang pernah Aku jumpai sebelumnya. Parasnya agak serupa tapi sialnya langsung mengingatkanku pada karakter yang melekat pada teman masa laluku itu tadi.
Di sini sebenarnya Aku rasa sudah mulai ada masalah, entah mengapa respon yang muncul adalah respon yang sama tatkala berjumpa dengan teman masa lalu itu. Maksudku, Aku melompati jajak perkenalan dari nol. Rasanya jadi canggung, asli.
Parahnya ya sekarang ini, kalau kata film Fight Club sih "teman sekali pakai", sebuah konsep pertemanan yang hanya ada tatkala dibutuhkan, bukan pertemanan semi-abadi yang didapatkan seperti pada proses penjajakan organisasi atau pendidikan.
Di sini, Aku tidak begitu mengenalnya, ia hanyalah teman jauh dengan sedikit lingkaran pertemanan yang beririsan denganku. Entahlah, Aku rasa memang hanya sedikit atau memang sedikit karena pengetahuanku yang minim mengenai jejaring pertemanan kami.
Aku tidak tau apakah ia adalah sosok gadis yang tangguh atau tidak, hanya saja nampaknya hingga sekarang ia masih terus berkenalan dengan dirinya lebih dalam. Ia masih belum bisa memaafkan kondisi dirinya yang dirinya rasa agak berbeda dengan kebanyakan perempuan lainnya.
Maksudku, dia masih perempuan murni, penuh perasaan, dan anggun tentunya. Hanya saja, pada beberapa kesempatan ia pun masih mempertanyakan "kenapa hal lain begitu biasa bagi Saya? padahal perempuan lain menganggapnya tidak seperti apa yang Saya rasakan".
Dari mana Aku bisa berkata demikian?.
Ya karena itu terlihat dengan jelas tatkala ia mengalihbentukan perasaan dia ke bentuk lain.
Tidak, Aku tidak pernah berbincang dengannya dengan topik ini. Murni hanya tebakanku yang berpeluang besar salah.
Satu hal yang mungkin menarik bagiku adalah tatkala dia melihat ketidaknormalan yang terjadi di kehidupannya dia hanya berusaha bersikap "bodo amat" lengkap dengan paket apatis yang ia punya, walaupun tetap saja apatis dari ego yang ia punya masih jauh di bawah yang dimiliki laki-laki, seperti yang Aku katakan sebelumnya, ia masih perempuan murni.
Lalu, seberapa penting dirinya bagi diri Saya?
Ya kayaknya nggak ada sih wkwkwk. Entahlah, Saya senang saja membahas orang lain dengan narasi berputar yang membuat pembaca lapar hehe.
Aku bukanlah orang yang mudah memberikan kesan spesial pada sosok perempuan. Kesan spesial yang Aku buat seringkali hanyalah perwujudan dari rasa hormatku yang tinggi pada perempuan secara umum.
Aku tidak ingin Kamu (siapa pun yang membaca ini) beranggapan bahwa Didik adalah manusia gombalis, tidak, Aku hanya menunjukkan betapa tingginya martabak, eh, martabat setiap perempuan.
Aku menulis anggun karena bukankah itu adalah kata yang tepat untuk membangun karakter pada perempuan? bukanlah sebuah kata spesial untuk satu orang saja.
Kata terbaik memiliki cabang dalam penentuan konteks, ia bisa bermmakna umum atau secara spesifik. Terbaik dan terbukti objektif bermakna sangat umum, sangat umum di sini bermakna dapat dibuktikan dan orang-orang secara mayoritas seharusnya setuju jika objek tersebut diketahui.
Hal seperti ini penting untuk meluruskan persepsi yang berlebihan dari pembaca, karena Saya pun tidak habis pikir tersandung masalah karena tulisan yang Saya buat. Padahal, kebanyakan isinya hanyalah sebuah narasi tanpa konteks yang Saya buat pure dengan tujuan sastra.
Menulis untuk orang lain bukan berarti orang tersebut begitu spesial bagi Saya, tidak, Saya pun berusaha menjaga hati sebagaimana dirinya -yang tidak merujuk pada sosok dalam tulisan ini.
Menulis untuk orang lain hanyalah sebuah kebaikan murni yang bisa Aku wujudkan tatkala Aku benar-benar tak bisa menyampaikan "eh, kamu keren ya".
Karena Aku sendiri mulai mikir-mikir, jika perempuan terus dipuji, maka apakah itu akan mengusiknya? padahal pujian tersebut hanyalah pujian tulus yang tak memiliki pesan apa-apa, terlebih maksud cinta.
Entahlah, setidaknya, izinkanlah Aku terus menulis hingga malaikat Izrail menyuruh ruh ini keluar dari raga.
Salam hangat untukmu yang entah ada di mana,
Semoga Allah senantiasa menjaga dan melindungi dirimu,
Tetaplah istiqamah, semoga Allah menguatkanmu
Doa dan harapan teruntuk. . .
Ya siapa lagi dodol
wkwk
Didik Setiawan
Ahad, 26 Mei 2019
22 Ramadhan 1440 H
22.59
0 Komentar