Assalamu’alaikum warrahmatulllah wabarakatuh
Sudah sangat lama rasanya Saya tidak menulis di sini dan sudah sangat lama juga Saya menginginkan menuliskan kisah ini, sebuah kisah nyata yang begitu memengaruhi hidup Saya. Sebuah keganjilan dalam hidup yang mengarahkan hidup Saya pada suatu hal yang lebih jelas. Akhirnya, Saya menyadari bahwa itu semua adalah petunjuk yang Allah berikan kepada Saya sebagai sebuah arahan langsung bagaimana seharusnya Saya menjalani kehidupan di dunia ini.
Saya Didik Setiawan, perkenankanlah berbagi kisah berikut ini, selamat merenung!.
Sudah sangat lama rasanya Saya tidak menulis di sini dan sudah sangat lama juga Saya menginginkan menuliskan kisah ini, sebuah kisah nyata yang begitu memengaruhi hidup Saya. Sebuah keganjilan dalam hidup yang mengarahkan hidup Saya pada suatu hal yang lebih jelas. Akhirnya, Saya menyadari bahwa itu semua adalah petunjuk yang Allah berikan kepada Saya sebagai sebuah arahan langsung bagaimana seharusnya Saya menjalani kehidupan di dunia ini.
Saya Didik Setiawan, perkenankanlah berbagi kisah berikut ini, selamat merenung!.
Pertanda : Sebuah ilham langsung dari Sang Pencipta
إِنَّ اللهَ لا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.”
Ar-Ra'd, ayat 11
Pernahkah Kamu mengalami sebuah momen yang entah mengapa dapat inspirasi begitu saja?. Seharusnya pernah dong, kita di dunia manusia yang mempercayai sistem keagamaan umumnya menganggapnya sebagai ilham atau petunjuk langsung dari Allah dalam menuntun kehidupan kita. Nah, lagi-lagi meskipun kita mendapatkan ilham bukan berarti bahwa itu adalah takdir kita karena pada dasarnya manusialah yang akan menentukan apakah akan melakukan suatu hal atau tidak, baru selepas itu Allah akan “memutuskan” apakah perkara itu terjadi atau tidak. Inilah konsep takdir dan kehendak bebas manusia yang berjalan seirama.
Dalam kasus petunjuk yang Allah berikan, terkadang kita sebagai manusia bisa ngeh atau tidak sama sekali, padahal sering halnya Allah ngasih petunjuk keras kepada kita untuk mengarahkan pada suatu jalan kehidupan yang lebih baik. Dalam konsep yang kita sepakati, kita sering menyebutnya dalam suatu ungkapan : “rencana Allah adalah yang terbaik”. Tapi balik lagi, karena kita punya kehendak bebas untuk bertindak atau tidak, maka dalil tersebut berlaku. Jika kita lakukan suatu hal mungkin akan terjadi perubahan dan memang secara logis kitalah penyebab perubahan tersebut. Tapi karena kita beragama, maka kita harus meyakini bahwa kita hanya menjalankan apa yang Allah berikan, dalam hal ini Allah memberikan petunjuk.
Agar lebih seru, lebih jelas juga, Aku akan sharing mengenai pengalaman pribadi beberapa tahun terakhir ini, sebuah pengalaman “penemuan ilham”. Maksudnya, semacam pengambilan tindakan dari petunjuk yang Allah berikan sih, jadi Aku akan bercerita mengenai petunjuk yang Allah berikan lengkap dengan tindakanku menanggapi apa yang Allah ilhamkan ke padaku.
Tulisan ini sangat menjelaskan mengapa kadang Aku bertindak dengan alasan yang sangat sederhana.
Universitas Gadjah Mada
Ini adalah salah satu momen tergila, terkeren, dan terhebat dalam hidupku. Aku sendiri hampir nggak nyangka akhirnya bisa mengenyam di kampus sekeren ini, soalnya lingkunganku sangat tidak mendukung dan rasanya UGM ini ya sekadar impian kosong saja. Mari kita mulai dengan lingkunganku dulu.Aku lahir dan tumbuh besar di Bekasi, tepatnya perbatasan Bekasi-Jakarta Timur, jadi Insyaallah Aku ngerti banget kehidupan perantauan yang mengadu nasib di Jakarta, terlebih teman-teman SMA-ku banyak yang memang asli Jakarta.
Tinggal di daerah semi perkampungan membuat pendidikan bukanlah prioritas utama. Di lingkunganku, sekolah negeri saja sudah cukup, setelah itu bekerja, menikah, membangun keluarga, dan berlanjut dengan kehidupan statis yang terdengar sangat membosankan. Jikalau ada yang meraih suatu pendidikan “keren”, kami menyebutnya sebagai anugerah.
Lingkungan sekolah dasarku sangat kompetitif, sayangnya menurun drastis tatkala melanjutkan ke jenjang putih biru. Selanjutnya, karena cinta lah akhirnya Aku bisa berada di SMA Jakarta dan memperbaiki hidupku secara besar-besaran. Sebenarnya, titik cinta inilah petunjuk yang Allah berikan untuk pertama kalinya bagiku. Zaman dahulu -mungkin sampai sekarang-, cinta dapat membuat orang memperjuangkan apa pun.
Berlanjut pada masa abu-abu. Di sini, lagi-lagi Aku berada di lingkungan yang tidak kompetitif. Lingkungan yang terbentuk hanya sekadar perebutan rangking, dari rangking tersebut berakhir pada UNJ, IPB, atau UB. Banyak di antara mereka yang menyerah sebelum memperjuangkan ITB dan UI, karena di tempatku UGM tidak populer, namanya juga anak Jakarta hehe.
So, bagaimana ceritanya bisa sampai UGM? Nah, itu menariknya!.
Kali ini kasusnya bukan karena cinta, tapi karena pertanda. Pertanda atau ilham yang Allah berikan kepadaku begitu aneh rasanya, Aku terus memikirkannya hingga saat ini, maksudku, kenapa bisa pertanda itu jatuh kepadaku?.
Serius, awalnya Aku menargetkan Teknik Lingkungan UI karena kecintaanku pada isu lingkungan, namun entah mengapa kandas begitu saja tatkala mengetahui banyak kuliahnya yang beraroma kimia, padahal dulu Aku tidak maniak fisika seperti sekarang ini.
Anehnya lagi, entah mengapa Aku sama sekali tidak pernah menaruh minat pada ITB. Padahal, Aku tahu bahwa dia adalah kampus keren, bergengsi, yang kalau berhasil kuliah di sana, kebanggaannya dibawa sampai mati. Entah mengapa tidak tertarik, padahal secara logika itu baik untuk menaikkan reputasiku yang setelah sekian lama berada di sekolah yang biasa-biasa saja.
Saat liburan menuju kelas XII, Aku pun mencari program studi yang sekiranya menarik bagiku, tak melihat universitas, mataku langsung tertuju pada “Fisika Teknik”.
Aku tak tahu itu fakultas apa, belajar apa, prospek dan masa depannya bagaimana, yang Aku tahu saat itu, dia hanyalah prodi tersebut cuma ada di UGM dan hal itu menunjukkan bahwa diperlukan perjuangan yang berat. Sebenarnya ada juga Teknik Fisika di ITB dan ITS, namun entah mengapa tak pernah sedikit pun tertarik untuk menelusuri prodi tersebut. Otakku tertutup dari keinginan mencari informasi lebih lanjut.
Sedikit mencari informasi Fisika Teknik UGM, ternyata materi kuliahnya seputar fisika dan lingkup keteknikan. Dalam kondisi bodoh akan ilmu pengetahuan Aku tak mempermasalahkannya.
Singkat cerita, pilihan tersebut menuai banyak kontra dari beragam pihak, orang tua, teman, dan bahkan guru. Ya mohon maaf, Aku orang yang keras kepala lagi batu terhadap mimpi. Akhirnya SNM dan SBM menolakku, barulah UTUL menerimaku.
Alasanku dibalik mengapa diriku begitu keras kepala dengan Fisika Teknik UGM adalah pertanda yang Aku dapati sepanjang waktu. Saat itu, secara ajaib Aku selalu mendapati hal-hal yang mengarahkan pada UGM, bahkan kepada fisika teknik.
Berawal dari keberadaanku di grup menulis. Entah mengapa, entah ada angin apa, Aku tiba-tiba tertarik pada bacaan muslimah, saat itu terdapat sebuah tulisan bagus mengenai ajakan untuk menjadi muslimah yang baik. Tulisan tersebut begitu apik rasanya, penasaran dong? Aku cek profilnya dan ternyata dialah Mbak MKP 2013. Mbak yang begitu menginspirasiku selama ini. Aku sama sekali tidak menyangka bisa mengarah pada anak UGM, karena saat Aku itu masih menganggap “wah anak UGM pasti keren banget!”.
Selanjutnya, kejadian lebih aneh terjadi. Saat itu facebook masih ramai dengan postingan bocah, terlebih teman facebookku yang muncul di beranda kebanyakan gamer. Betapa shocknya Aku tatkala mengetahui terdapat satu di antara mereka yang update status bahwa ia diterima di Ilmu Komputer UGM via SNNMPTN.
Wat de??!! Dari semua gamer yang Aku add? Kenapa cuma dia yang diterima negeri? Kenapa cuma dia yang ngasih tahu kalo dia diterima di UGM? Kenapa pos teman SMA yang diterima di IPB, UB, dan UNJ nggak muncul di beranda??. Aneh nggak sih?.
Berminggu-minggu Aku mikirin aja tuh, sumpah ini nggak masuk akal, maksudku, kenapa orang-orang yang muncul di beranda dan menarik minatku adalah anak UGM?.
Akhirnya lupa sendiri juga kan, namanya main facebook kan kabar beritanya macem-macem. Sebagai pengguna facebook yang baik, Aku selalu rajin ngasih like dan kadang komentar ke beberapa post teman. Banyak status di beranda, temanku buat status dan dikomentari sodaranya. Hal yang normal bukan?.
Ada status facebook yang sangat biasa, karena itu status temenku ya Aku sih periksa saja siapa yang komentar, apa teman facebook murni atau teman dunia nyata. Iseng aja ngecek, eh, pas Aku cek ternyata sedang berkuliah di Teknik Fisika ITB.
Asli cuma bisa melotot baca profilnya, gokilnya lagi dia diterima via SNMPTN, jadi euforia di facebooknya masih terasa.
Dari semua itulah Aku meyakini bahwa ada sesuatu di balik semua ini, ini adalah cara Allah memberikanku sebuah petunjuk melalui aktivitas sehari-hariku yang saat itu kerjaannya nongkrong di facebook. Lalu, Aku mikir lagi kan, “oke, siapa lagi nih yang UGM?” baru mikir sejenak langsung sadar kalo Pak Jokowi itu lulusan UGM. FIx ini mah harus memperjuangkan UGM bagaimana pun caranya.
Dan begitulah cerita awal yang menjadi fondasi keras mengapa Aku begitu batu memperjuangkan kampus ini dan Alhamdulillah akhirnya bisa mengenyam pendidikan di sini, padahal latar belakang pendidikanku hanyalah sekolah biasa, lengkap dengan lingkungan yang sangat biasa.
Kalau bukan petunjuk dari Allah, lalu kita menyebutnya apa? Kebetulan? Tidak bung, itu petunjuk yang mengarahkan pada takdir Alllah.
Beberapa bulan setelah kuliah di UGM akhirnya terjawab sih kenapa Alllah menyuruh Saya kuliah di sini. Ternyata, Allah menyuruh Saya menjadi pribadi yang lebih baik lagi. Lebih baik dari segala sisi, agama, pengetahuan, dan hal-hal menakjubkan lainnya.
Misalnya nih, Saya berjanji pada diri kalau kuliah nanti akan melanjutkan rohis yang terjeda saat SMA. Setelah dijalani, ternyata “rohis kuliah” itu mengubah hidup Saya menjadi lebih baik secara signifikan. Lingkungan pertemanan pun meningkat drastis, Aku bertemu dengan orang berkualitas dari sekolahnya masing-masing, anak asrama yang kondisinya jauh berbeda dari anak asrama yang Aku jumpai saat zaman sekolah dulu. Belum lagi di lingkungan teknik yang minim banget perempuannya. Di sini, Aku disadarkan mengenai adab interaksi dengan lawan jenis yang selama hidup di dunia, Aku abaikan begitu saja seakan tanpa dosa.
Bukankah ini kehidupan yang lebih baik? Rencana terbaik dari Allah?.
Jodoh kah?
Baru kuliah ini Saya menemukan salah satu kunci terpenting dalam menentukan siapa yang layak dipersunting untuk dijadikan pasangan hidup. Dari semua kriteria yang populer, ada satu hal yang menjadi pertikaian pikiran lantaran berorientasi pada nilai-nilai duniawi, dialah penilaian fisik.Hingga detik ini, sudah banyak perempuan yang Saya lihat. Saya rasa, Kamu pun sebagai pembaca telah melihat lawan jenis yang sangat banyak, tak terhitung juga yang cukup menggugah hati bukan?.
Dari beberapa kajian yang Saya ikuti, poin utama dari fisik seorang perempuan adalah rasa tenteram tatkala memandangnya. Kalau dipikir baik-baik, rasa tenteram yang dirasakan tatkala melihat lawan jenis adalah permasalahan yang pelik, lantaran penilaian kuantitas maupun kualitas dari tenteram itu sendiri mau tidak mau harus melibatkan hati bukan?.
Kalau diingat sejenak, kemudian di renungi, selama kuliah ini Saya baru menemukan beberapa orang yang memberikan efek tersebut. Bukan elok parasnya yang menggetarkan hati, namun tenteram tatkala melihatnya yang menjadi suatu petunjuk aneh yang kadang membayangi kehidupan perkuliahan.
Lantas, apakah ketika menemukan yang menentramkan hati berarti merujuk akan kehadiran si dia? Jawabannya jelas tidak, tidak semudah itu. Pada kasus Saya, ada beberapa orang perempuan yang menunjukkan “pertanda” tersebut. Hal ini memberikan suatu simpulan bahwa pertanda yang didapatkan belum cukup kuat untuk dikatakan sebagai “Si dia”, masih dibutuhkan pertanda lainnya yang menguatkan bahwa satu orang spesifik adalah “orang tersebut”. Dalam hal ini, perempuan yang harus Saya perjuangkan tentunya.
Kita tidak mengetahui apa yang sudah tertulis di lauh mahfudz dan bagaimana konsep penulisannya di sana. Bukankah bisa saja yang tertulis di sana adalah beragam kemungkinan? kemudian kita bisa merealisasikannya dengan mengeksekusi syarat-syarat yang tertulis di sana? Seperti melayakkan diri misalnya?.
Karena lauh mahfudz hanya Alllah yang tahu, bukankah tugas kita berusaha?.
Wah tulisan bagian ini beda rasa ya dengan sebelumnya? Hehe maaf itu buatnya pure pakai hati XD.
Pekerjaan
Nah, sampailah pada ending tulisan. Sejujurnya, hingga saat ini Aku masih mencari pertanda, entah mengapa belum ada pertanda yang jelas, entah Aku yang nggak peka atau memang belum ada. Ada sedikit kekhawatiran yang menjangkiti, hanya saja Aku rasa untuk kali ini Allah menginginkan agar Aku tidak bergantung terus pada pertanda yang Allah berikan.Dalam pikiranku, Allah memberikanku cara yang berbeda dalam memperjuangkan takdir, maksudku, kali ini kehendak bebasku yang diuji, apakah dengan pengalaman dan pengetahuan yang Aku dapatkan dapat membuat perencanaan yang baik?. Baik dalam artian syariat maksudnya. Apabila memang perencanaan tersebut sudah ada, maka itulah yang harus Aku perjuangkan, kemudian barulah Allah yang memutuskan apakah itu baik untukku atau tidak.
Akhirnya Aku menyadari sesuatu sih, Allah sebenarnya menginginkan Aku terbentuk sebagai pribadi yang dewasa, kritis, dan terus berkembang. Belajar menganalisis dan mengambil keputusan menjadi ujian yang Allah serahkan kepadaku untuk menguji apakah Aku sudah dewasa atas pilihan yang diambil?. Karena biar bagaimana pun, masa-masa seperti ini sangat dekat dengan masa pernikahan dan pembangunan keluarga, yang mana pada masa tersebut pengambilan keputusan tidak hanya berimbas pada kehidupan pribadi semata, tetapi berimbas besar pada kehidupan sosok yang mengabdikan diri padaku untuk aku bimbing.
Di sini Allah mengujiku secara tepat.
Apakah Aku sudah siap?
Selasa, 26 Maret 2019
01.41
Didik Setiawan
01.41
Didik Setiawan
0 Komentar