Beratnya Menanam Kebiasaan Baik

Saya suka mendengarkan beragam percakapan seraya tetap beraktivitas seolah tak mendengar pembicaraan yang sedang berlangsung. Hal ini Saya lakukan sejak SMP, terlalu banyak informasi yang Saya dapatkan dengan metode ini, Saya sering menyebutnya sebagai "penyadapan dengan pengalih perhatian".

Pada suatu kesempatan, Saya kembali mengabdi di suatu desa daerah selatan. Ah, terlalu berlebihan jika disebut mengabdi, sebut saja sedang bermain bersama anak kelas 2 SD. Di sela-sela pembicaraan, rekan Saya sedang asik mengobrol dengan warga setempat, seperti yang Saya katakan sebelumnya, Saya pun turut mendengarkan percakapan dengan saksama sembari bermain dengan beberapa anak kecil di hadapan Saya.

"Ya ngapain repot-repot gitu mas, wong kambing dikasih rumput dan dibiarin aja hidup. Malah sampe disediakan rumput khusus tuh, apa ya namanya?"

"Hmm kurang tau pak"

"Rumput gajah apa ya? rumput mah tinggal ambil aja, nggak perlu dikasih macem-macem"

Sepenggal percakapan kupahami dengan jelas sebagai implementasi rasa malas yang berarti. Sebagai manusia wajar saja memiliki rasa malas, jadi mungkin tak adil rasanya jika menyebutnya sebagai rasa malas, alhasil Saya menyebutnya sebagai efek yang ditimbulkan akibat kurangnya kesadaran akan sesuatu.

"Loh dik, ini ngomong apa sih? kok abstrak banget?"

Saya bingung harus memulainya dari mana, tapi mungkin memahami konteks pembicaraan jadi pilihan terbaik.

Salah satu ruh dari KKN (Kuliah Kerja Nyata -red) adalah bagaimana mahasiswa/i dapat memberdayakan masyarakat agar dapat hidup mandiri dengan menjalankan program yang telah diajarkannya secara berkelanjutan.

"Dik, kok lompat-lompat bahasannya?"

Eh, tunggu dulu, belum selesai gan.

KKN ini bisa juga disebut sebagai proses pembelajaran masyarakat kepada mahasiwa dari beragam disiplin keilmuan agar masyarakat semakin cerdas, semakin mengerti akan kehidupannya secara lebih mendalam, bahasa gampang yang mungkin sangat kasar "agar hidup, tak hanya hidup".

Ya, KKN juga bertujuan untuk menyadarkan masyarakat mengenai hal-hal sepele yang luput dari perhatian masyarakat karena mereka nggak tau atau bahkan nggak sadar, khususnya terkait kualitas taraf hidup masyarakat itu sendiri. Makanya, kebanyakan program KKN itu sangat dekat dan berkaitan dengan pengembangan masyarakat.

Ingat perbedaan tumbuh dan berkembang di pelajaran biologi kelas 8? secara sederhana, tumbuh adalah peningkatan volume, kuantitas. Sedangkan berkembang adalah peningkatan komplektivitas, kualitas.

Satu diantara tujuan utama KKN adalah meningkatkan kualitas masyarakat dengan beragam metode, bisa dengan pencerdasan atau pembiasaan. Pencerdasan umumnya dilakukan dengan sosialisasi, sedangkan pembiasaan dilakukan dengan penerapan suatu prosedur yang terkadang cenderung rigid. Kenapa rigid? karena mengubah kebiasaan tak baik menjadi kebiasaan baik terlampau sulit kawan, mereka yang terbiasa mengabaikan lingkungan akan sangat sulit disadarkan untuk "ngeh" bahwa lingkungan perlu dilindungi dan dijaga. Contoh paling gampang adalah diri kita yang cenderung dengan gampangnya menyia-nyiakan plastik dan kertas. Nggak perlu lah Saya kasih detailnya gimana, Saya mengasumsikan pembaca adalah seorang yang cerdas, oke?.

Duh, jadi makin lebar, oke kembali ke topik.

Potongan pembicaraan yang Saya ungkapkan di bagian atas adalah sebuah respon nyata dari masyarakat yang masih belum sadar akan pentingnya peningkatan kualitas akan suatu hal, dalam kasus ini kualitas yang ingin ditingkatkan adalah kambing ternak.

Ngomongin tentang kualitas, semester ini Saya sedang menjalani mata kuliah jaminan kualitas, sebuah mata kuliah konseptual yang ternyata ilmunya dapat diterapkan diberbagai bidang.

Secara sederhana, kualitas menentukan harga dari suatu entitas yang dapat dinilai dengan uang, otomatis untuk mencapai kualitas yang sesuai keinginan, mutlak diperlukan beragam langkah agar target kualitas tersebut dapat terpenuhi. Entah disadari atau tidak, banyak dari kita yang setuju suatu ungkapan "no pain no gain". Percaya atau tidak, konsep ini adalah bagian dari konsep kualitas.

Pembicaraan tadi adalah ungkapan jujur dari masyarakat yang menyiratkan bahwa dirinya masih belum mengerti apa pentingnya kualitas, apa gunanya kualitas, dan kenapa harus berkualitas. Padahal, peningkatan kualitas adalah suatu hal yang baik. Secara ekonomis, mahasiswa yang pernah KKN di sana sengaja memberikan program tersebut agar masyarakat dapat menjual ternaknya dengan kualitas yang sesuai, sehingga pendapatan mereka naik, dengan syarat mereka harus berlelah-lelah ria merawat ternak. Ya kembali ke konsep "no pain no gain" itu tadi, selalu ada harga yang dibayar untuk sebuah kualitas.

Ini baru persoalan meningkatkan kesadaran akan pentingnya kualitas ternak loh, bagaiamana dengan program KKN lainnya?.

Cukup menyakitkan memang menyadari bahwa banyak masyarakat yang sangat sulit diberikan pemahaman bahwa hal-hal baik yang terlihat sepele dan harus dibiasakan memiliki dampak jangka panjang yang besar lagi signifikan  pada peningkatan taraf hidup. Tapi yaa mau bagaimana lagi, toh kita juga sering mengabaikan kebiasaan baik yang sistem rancang untuk kita saat kita berkuliah.

"Eh, maksudnya gimana dik?"

Begini, sadar nggak sih banyak aturan ketat saat kuliah yang kita rasa bikin ribet, lalu dengan gampangnya kita abaikan begitu saja, lucunya lagi, kita malah merasa aturan itu nggak penting.

Iya! kita mirip bapak-bapak yang ada di percakapan!.

Butuh contoh? Oke, ini sebenarnya pengingat untuk kita semua, Saya dan kamu.

Inget nggak sih, kita selalu diminta menggunakan sumber yang valid saat membuat suatu karya tulis, apa pun bentuknya? selalu menyertakan sitasi meskipun sederhana? datang tepat waktu walaupun sang dosen memberikan toleransi keterlambatan? dan beragam hal kecil lainnya yang kadang kita sepelekan.

Menurutmu nih ya, 

apa itu termasuk pembiasaan hal baik?
apa itu meningkatkan kualitas diri kita?
apa itu berguna bagi kita dalam jangka panjang?

Didik Setiawan

Sleman, 16 Mei 2018
00.57

Posting Komentar

0 Komentar