“
Barakallah fii umrik, semoga dirimu dikuatkan pundaknya
dalam mengemban amanah akademik dan organisasi ya. . .
“
Iya, Aku sadar bahwa kita baru mengenal sekilas, hanya
sebentar saja kita sempat berbagi cerita, tapi izinkanlah dan perkenankanlah
diriku tuk membuat tulisan spesial untukmu.
Dimulai dari momen di KPFT, ruang kelas yang menjadi saksi bisu
rasa penasaranku kepadamu. Aku pun bertanya pada teman kelasku, dan ku dapat
nama depanmu, persis nama teman sekelasku saat SMP kelas 7.
Seiring berjalannya waktu, Aku pun sering menjumpaimu di
KPFT, dan telah Aku verifikasi langsung padamu bahwa dirimu memang senang
mengerjakan tugas di KPFT bukan? Hehe.
Selanjutnya kita berjumpa di Psikologi bulan September 2017
lalu, betapa kagetnya diriku menjumpai bahwa dirimu juga berada di sana, kaget
bercampur senang tepatnya. Setelan merah, kemeja kotak-kotak merah, jilbab
merah, dan handsock merah, satu di antara setelan perempuan terbaik yang
pernah Aku lihat sepanjang hidupku, serius, Aku tidak membual.
Aku tau di hari hujan saat penyelenggaraan pemilihan umum
mahasiswa 2017 dirimu sedang mengobrol di kawasan teknik kimia, Iya, Aku tau
itu dirimu, dan Aku sengaja diam saja, diam seolah tidak mengetahui
keberadaanmu di sana. Tahu mengapa Aku diam saja seolah tidak melihat apa-apa?
Sederhana saja, Aku begitu malu padamu. Kamu perlu tau juga, Aku mendadak sedih
ketika menoleh ke belakang, dirimu sudah tidak ada di sana, ingin rasanya Aku
berkunjung ke departemenmu, sayangnya amanah yang sedang Aku emban tidak
memungkinkan tuk melakukan hal itu.
Kemudian, entah harus bersyukur atau bagaimana, kita pernah
terjebak dalam suatu tanggung jawab yang tidak ringan. Tidak begitu berat,
namun kita bergerak di bagian fondasi, sesuatu yang sangat fundamental.
Saat itu baru saja Aku menyelesaikan amanah di fakultas
kedokteran, betapa takutnya diriku jika kamu tidak menghadiri momen tersebut
karena berbenturan dengan debat calon ketua himpunan, serius. Aku harap dirimu
membaca bagian ini, sesudah Sholat Ashar, Aku sempat melihatmu baru saja duduk
di tempat yang telah kita rencanakan bersama, sempat terpikirkan untuk
berpura-pura basa-basi, iya sampai berpura-pura! Betapa canggungnya diriku saat
itu. Tapi, akhirnya Aku memilih tuk mengikuti kata hatiku dalam bertindak,
karena Aku yakin, Aku tidak akan se-nervous itu padamu.
Saat pembahasan jujur saja jantung ini cukup berdetak keras,
hampir-hampir Aku terbata-bata berbicara denganmu, betapa malunya jika Kamu
mengetahui kecanggungan Aku saat itu, huh. Aku tidak tau apakah dirimu
mengamati atau tidak, namun Aku sangat malu tuk menatapmu saat itu, jarak kita
mungkin hanya 1 meter, jadi cenderung aman, tapi Aku begitu takut.
Aku bersyukur, sangat bersyukur dengan kehadiran hujan yang
begitu deras malam itu. Kita bisa menyelesaikan amanah jauh lebih dalam dari
yang kita rencanakan sebelumnya. Oh iya, ada momen kecil yang Aku rasa
tindakanku begitu mengganggumu. Ketika Kamu bersandar pada tiang di depan
perpustakaan di sisi kanan, kemudian Aku pun bersandar di bagian kiri, seketika
dirimu menjauh dengan raut wajah yang agak berbeda. Iya, Aku sadar bahwa
tindakanku membuat jarak kita semakin dekat secara fisik, hampir setengah meter
mungkin. Aku sangat meminta maaf atas tindakanku yang begitu ‘seenaknya’.
Membuatmu tidak nyaman dan mungkin memiliki perasaan negatif lainnya. Aku hanya
sekadar ingin lebih dekat denganmu, bukan berniat jahat atau apa, tapi biasanya
kedekatan fisik bisa sedikit mencairkan suasana, terlebih saat itu kita terlalu
formal, ditambah derasnya hujan bukan? Begitu kaku nan diingin. Teringat jelas
kata-kata perpisahan yang kamu lontarkan padaku saat itu :
“dik, masih ada lagi nggak?”
“Aku pulang duluan ya”
Dan dirimu pun pulang, sambil mengenang momen yang terjadi
beberapa jam sebelumnya, Aku pun turut beranjak dari tempat itu.
Momen terakhir yang ingin Aku ceritakan sebelum Aku akhiri
tulisan ini adalah sebuah momen yang beranjak dari ketidaksengajaan. Memang ya,
ketidaksengajaan itu sering kali sangat manis, Aku terus terngiang akan momen
itu.
***
Kamis, 21 Desember 2017
Aku pun mencari alamat tempat tinggal sementara dirinya, ia
mengatakan patokannya adalah sebuah hotel yang tidak terletak di pinggir jalan.
Dengan ponsel pintarku, akhirnya kudapati alamat yang ternyata memang tidak begitu
jauh, persis seperti apa yang ia katakan sebelumnya.
Dengan motor yang Aku pinjam dari sahabat karibku, kudapati
lokasi yang cukup strategis. Feeling-ku mengatakan bahwa dirinya
kemungkinan berada di sana, namun ternyata Aku lupa bahwa ia berada di depan
lokasi yang menjadi patokan, bukan hotel itu pastinya.
“Perempuan yang sederhana” begitu yang temanku katakan saat
melihat dirinya di Psikologi. Betapa luruhnya hati ini melihat pakaian ia yang
begitu sempurna menutup aurat, namun sangat sederhana. Jilbab model SMP, handsock,
sepatu karet, dan kaus kaki yang sudah kuduga pasti akan ia kenakan.
Transaksi pun segera berlangsung, bukan transaksi haram,
hanyalah sebuah media penutup aurat juga kok hehe. Seketika pikiranku dipenuhi
dengan beragam pertanyaan, benar-benar ingin berlama-lama saat itu.
Dimulai dengan transaksi, kerja praktik, kuliah kerja
nyata, dan masakan pun sedikit-sedikit kami bahas. Betapa terhiburnya diri ini
mendengarkanmu penuh dengan logat Jawa yang begitu kentara. Aku suka senyum
manismu yang kecil, pakaianmu yang sederhana, dan bagaimana perilaku dan
akhlakmu yang santun. Aku suka itu, sangat suka.
Kemudian, dengan rasa sedih akhirnya momen tersebut harus
diakhiri mengingat segala keterbatasan yang ada. Yasudah, lagi-lagi sepanjang
perjalanan pun Aku hanya bisa mengenang momen-momen yang baru saja terjadi. Aku
tidak berharap momen itu terulang, Aku hanya berharap akan ada momen tidak
sengaja yang kembali terjadi
Kamu tau, selama Aku berkuliah di Gadjah Mada hingga saat
ini, dirimulah perempuan “terbaik” yang Aku ketahui. Terbaik dalam arti yang
berbeda, terbaik yang mengharuskan diriku harus menjadi “terbaik” juga agar
kita bisa selaras.
***
Ah sudahlah, Aku pikir itu Saja yang ingin Aku ceritakan
pada kalian, sebuah kisah nyata yang begitu seru. Aku tidak akan memberitahukan
siapa dia sebenarnya kecuali kepada istriku nanti, karena hanya istriku
nantilah yang dapat menjadi tempat bersandar di saat-saat rawan seperti ini.
Untukmu yang berulang tahun pada 28 Desember . . .
Dari sahabat sekilas yang mengenalmu,
Didik Setiawan
Kamis, 28 Desember 2018
22 : 08
0 Komentar