Selamat Ulang Tahun Ke – 21!




Barakallah fii umrik, semoga dirimu dikuatkan pundaknya dalam mengemban amanah akademik dan organisasi ya. . .


Iya, Aku sadar bahwa kita baru mengenal sekilas, hanya sebentar saja kita sempat berbagi cerita, tapi izinkanlah dan perkenankanlah diriku tuk membuat tulisan spesial untukmu.
Dimulai dari momen di KPFT, ruang kelas yang menjadi saksi bisu rasa penasaranku kepadamu. Aku pun bertanya pada teman kelasku, dan ku dapat nama depanmu, persis nama teman sekelasku saat SMP kelas 7.

Seiring berjalannya waktu, Aku pun sering menjumpaimu di KPFT, dan telah Aku verifikasi langsung padamu bahwa dirimu memang senang mengerjakan tugas di KPFT bukan? Hehe.
Selanjutnya kita berjumpa di Psikologi bulan September 2017 lalu, betapa kagetnya diriku menjumpai bahwa dirimu juga berada di sana, kaget bercampur senang tepatnya. Setelan merah, kemeja kotak-kotak merah, jilbab merah, dan handsock merah, satu di antara setelan perempuan terbaik yang pernah Aku lihat sepanjang hidupku, serius, Aku tidak membual.

Aku tau di hari hujan saat penyelenggaraan pemilihan umum mahasiswa 2017 dirimu sedang mengobrol di kawasan teknik kimia, Iya, Aku tau itu dirimu, dan Aku sengaja diam saja, diam seolah tidak mengetahui keberadaanmu di sana. Tahu mengapa Aku diam saja seolah tidak melihat apa-apa? Sederhana saja, Aku begitu malu padamu. Kamu perlu tau juga, Aku mendadak sedih ketika menoleh ke belakang, dirimu sudah tidak ada di sana, ingin rasanya Aku berkunjung ke departemenmu, sayangnya amanah yang sedang Aku emban tidak memungkinkan tuk melakukan hal itu.
Kemudian, entah harus bersyukur atau bagaimana, kita pernah terjebak dalam suatu tanggung jawab yang tidak ringan. Tidak begitu berat, namun kita bergerak di bagian fondasi, sesuatu yang sangat fundamental. 

Saat itu baru saja Aku menyelesaikan amanah di fakultas kedokteran, betapa takutnya diriku jika kamu tidak menghadiri momen tersebut karena berbenturan dengan debat calon ketua himpunan, serius. Aku harap dirimu membaca bagian ini, sesudah Sholat Ashar, Aku sempat melihatmu baru saja duduk di tempat yang telah kita rencanakan bersama, sempat terpikirkan untuk berpura-pura basa-basi, iya sampai berpura-pura! Betapa canggungnya diriku saat itu. Tapi, akhirnya Aku memilih tuk mengikuti kata hatiku dalam bertindak, karena Aku yakin, Aku tidak akan se-nervous itu padamu.
Saat pembahasan jujur saja jantung ini cukup berdetak keras, hampir-hampir Aku terbata-bata berbicara denganmu, betapa malunya jika Kamu mengetahui kecanggungan Aku saat itu, huh. Aku tidak tau apakah dirimu mengamati atau tidak, namun Aku sangat malu tuk menatapmu saat itu, jarak kita mungkin hanya 1 meter, jadi cenderung aman, tapi Aku begitu takut.

Aku bersyukur, sangat bersyukur dengan kehadiran hujan yang begitu deras malam itu. Kita bisa menyelesaikan amanah jauh lebih dalam dari yang kita rencanakan sebelumnya. Oh iya, ada momen kecil yang Aku rasa tindakanku begitu mengganggumu. Ketika Kamu bersandar pada tiang di depan perpustakaan di sisi kanan, kemudian Aku pun bersandar di bagian kiri, seketika dirimu menjauh dengan raut wajah yang agak berbeda. Iya, Aku sadar bahwa tindakanku membuat jarak kita semakin dekat secara fisik, hampir setengah meter mungkin. Aku sangat meminta maaf atas tindakanku yang begitu ‘seenaknya’. Membuatmu tidak nyaman dan mungkin memiliki perasaan negatif lainnya. Aku hanya sekadar ingin lebih dekat denganmu, bukan berniat jahat atau apa, tapi biasanya kedekatan fisik bisa sedikit mencairkan suasana, terlebih saat itu kita terlalu formal, ditambah derasnya hujan bukan? Begitu kaku nan diingin. Teringat jelas kata-kata perpisahan yang kamu lontarkan padaku saat itu :

“dik, masih ada lagi nggak?”

“Aku pulang duluan ya”

Dan dirimu pun pulang, sambil mengenang momen yang terjadi beberapa jam sebelumnya, Aku pun turut beranjak dari tempat itu.
Momen terakhir yang ingin Aku ceritakan sebelum Aku akhiri tulisan ini adalah sebuah momen yang beranjak dari ketidaksengajaan. Memang ya, ketidaksengajaan itu sering kali sangat manis, Aku terus terngiang akan momen itu.

***
Kamis, 21 Desember 2017

Aku pun mencari alamat tempat tinggal sementara dirinya, ia mengatakan patokannya adalah sebuah hotel yang tidak terletak di pinggir jalan. Dengan ponsel pintarku, akhirnya kudapati alamat yang ternyata memang tidak begitu jauh, persis seperti apa yang ia katakan sebelumnya.

Dengan motor yang Aku pinjam dari sahabat karibku, kudapati lokasi yang cukup strategis. Feeling-ku mengatakan bahwa dirinya kemungkinan berada di sana, namun ternyata Aku lupa bahwa ia berada di depan lokasi yang menjadi patokan, bukan hotel itu pastinya.

“Perempuan yang sederhana” begitu yang temanku katakan saat melihat dirinya di Psikologi. Betapa luruhnya hati ini melihat pakaian ia yang begitu sempurna menutup aurat, namun sangat sederhana. Jilbab model SMP, handsock, sepatu karet, dan kaus kaki yang sudah kuduga pasti akan ia kenakan.
Transaksi pun segera berlangsung, bukan transaksi haram, hanyalah sebuah media penutup aurat juga kok hehe. Seketika pikiranku dipenuhi dengan beragam pertanyaan, benar-benar ingin berlama-lama saat itu.

Dimulai dengan transaksi, kerja praktik, kuliah kerja nyata, dan masakan pun sedikit-sedikit kami bahas. Betapa terhiburnya diri ini mendengarkanmu penuh dengan logat Jawa yang begitu kentara. Aku suka senyum manismu yang kecil, pakaianmu yang sederhana, dan bagaimana perilaku dan akhlakmu yang santun. Aku suka itu, sangat suka.

Kemudian, dengan rasa sedih akhirnya momen tersebut harus diakhiri mengingat segala keterbatasan yang ada. Yasudah, lagi-lagi sepanjang perjalanan pun Aku hanya bisa mengenang momen-momen yang baru saja terjadi. Aku tidak berharap momen itu terulang, Aku hanya berharap akan ada momen tidak sengaja yang kembali terjadi
Kamu tau, selama Aku berkuliah di Gadjah Mada hingga saat ini, dirimulah perempuan “terbaik” yang Aku ketahui. Terbaik dalam arti yang berbeda, terbaik yang mengharuskan diriku harus menjadi “terbaik” juga agar kita bisa selaras.
***

Ah sudahlah, Aku pikir itu Saja yang ingin Aku ceritakan pada kalian, sebuah kisah nyata yang begitu seru. Aku tidak akan memberitahukan siapa dia sebenarnya kecuali kepada istriku nanti, karena hanya istriku nantilah yang dapat menjadi tempat bersandar di saat-saat rawan seperti ini.

Untukmu yang berulang tahun pada 28 Desember . . .

Dari sahabat sekilas yang mengenalmu,
Didik Setiawan

Kamis, 28 Desember 2018
22 : 08

Posting Komentar

0 Komentar