Jumpa lagi di tulisan ChatGPT. Karena Saya adalah seorang pemalas yang ingin berkarya, jadilah tulisan ala kadarnya ini. Tulisan ini berasal dari rasa geli Saya kepada manusia-manusia introvert di luar sana yang hobi banget self claim. Mereka tuh hobi banget umumin ke publik "Aku sebenernya introvert loh" terus kita sebagai teman-temannya bilang "oh ya? masa sih? kamu kan keliatan aktif banget? masa orang kayak kamu introvert?" lalu si introvert ini dengan bangga bilang "iya, Aku biasanya habis ini akan menyendiri nge-charge energi" pokoknya mengucapkan kalimat-kalimat yang mendeklarasikan bahwa dirinya adalah seorang introvert yang aktif bergaul atau bahkan cerewet, tapi sering bikin heboh di lingkungan. Asli, sejak kuliah Saya sering banget nemu manusia kayak begini, sampai bosan pokoknya nemu perilaku orang introvert: bikin rame dan asik suasana, setelah selesai bilang "Aku introvert loh". Herannya, Saya sangat jarang nemu orang ekstrovert yang self claim begini. Itulah mengapa Saya meminta ChatGPT buat tulisan berdasarkan sumber yang kuat. Gitu aja sih, semoga meroasting dan menyinggung kaum introvert ya, biar mereka ingat Saya hahaha. Oh iya, judul asli tulisan ini adalah "Introvert: Si Paling Self Claim!" tapi karena promptnya judul SEO Friendly, jadilah judul membosankan ini. Didik Setiawan [2.7.2024.21.41]
1. Pemahaman Diri dan Deklarasi Identitas
Penelitian menunjukkan bahwa individu yang mengidentifikasi diri sebagai introvert sering kali memiliki pemahaman yang lebih mendalam tentang kecenderungan mereka untuk mencari waktu sendirian sebagai cara untuk memulihkan energi setelah interaksi sosial. Menurut teori kepribadian Big Five, introversi dan ekstroversi adalah dimensi yang menggambarkan bagaimana individu berinteraksi dengan lingkungan sosial mereka (McCrae & Costa, 2008)1. Introvert mungkin merasa perlu untuk mendeklarasikan identitas mereka sebagai mekanisme untuk menjelaskan perilaku mereka kepada orang lain dan mengatur ekspektasi sosial.
2. Stigma dan Stereotip Sosial
Ada stigma dan stereotip sosial yang berbeda yang melekat pada introversi dan ekstroversi. Stereotip tentang introvert sering kali terkait dengan kurangnya keterampilan sosial atau ketidakmampuan untuk berinteraksi secara efektif dalam situasi sosial, yang bisa membuat introvert merasa perlu untuk membela diri atau menjelaskan diri mereka lebih sering (Cain, 2012)2. Sebaliknya, ekstroversi cenderung lebih diterima secara sosial dan bahkan diidealkan dalam banyak budaya, sehingga individu yang ekstrovert mungkin merasa tidak perlu untuk mendeklarasikan identitas mereka secara eksplisit.
3. Perbedaan dalam Regulasi Emosi dan Pengelolaan Energi
Penelitian dalam psikologi menunjukkan bahwa introvert dan ekstrovert memiliki cara yang berbeda dalam mengelola energi dan emosi mereka. Introvert lebih mungkin untuk merasa terkuras secara emosional setelah interaksi sosial yang intens dan membutuhkan waktu untuk sendiri untuk memulihkan energi mereka (Laney, 2002)3. Deklarasi identitas sebagai introvert dapat menjadi cara untuk mengatur dan memvalidasi kebutuhan mereka akan waktu sendiri, serta untuk mencegah interpretasi yang salah dari perilaku mereka sebagai ketidakramahan atau ketidakmampuan sosial.
4. Pencarian Validasi dan Dukungan Sosial
Deklarasi identitas sebagai introvert juga dapat dilihat sebagai upaya untuk mencari validasi dan dukungan sosial. Dalam komunitas atau kelompok sosial tertentu, mengidentifikasi diri sebagai introvert dapat membantu individu menemukan orang lain dengan pengalaman dan kebutuhan yang sama, yang dapat menciptakan rasa solidaritas dan pemahaman (Grimes, 2018)4. Hal ini mungkin kurang diperlukan bagi ekstrovert, yang sering kali mendapatkan dukungan sosial dan validasi dari interaksi sosial mereka yang lebih luas dan lebih sering.
5. Fenomena Media Sosial
Media sosial telah memberikan platform bagi individu untuk berbicara tentang identitas pribadi mereka dengan cara yang sebelumnya tidak mungkin dilakukan. Gerakan seperti "introvert revolution" di media sosial telah meningkatkan visibilitas dan penerimaan terhadap introversi, sehingga lebih banyak individu merasa nyaman untuk mengidentifikasi diri mereka sebagai introvert secara publik (Schroeder, 2015)5. Di sisi lain, ekstrovert mungkin tidak merasa perlu untuk mendeklarasikan identitas mereka karena ekstroversi sudah sering dirayakan dan dianggap norma dalam banyak konteks sosial.
Kesimpulan
Secara keseluruhan, terdapat beberapa faktor yang dapat menjelaskan mengapa individu yang mengidentifikasi diri sebagai introvert lebih cenderung mendeklarasikan identitas mereka dibandingkan dengan ekstrovert. Faktor-faktor ini meliputi kebutuhan untuk mengatur ekspektasi sosial, melawan stigma dan stereotip, mengelola energi dan emosi, mencari validasi dan dukungan sosial, serta pengaruh media sosial.
Daftar Pustaka
- McCrae, R. R., & Costa, P. T. (2008). The five-factor theory of personality. Handbook of personality: Theory and research, 3, 159-181.
- Cain, S. (2012). Quiet: The power of introverts in a world that can't stop talking. Crown Publishing Group.
- Laney, M. O. (2002). The Introvert Advantage: How to Thrive in an Extrovert World. Workman Publishing Company.
- Grimes, S. (2018). The social dynamics of introversion: Examining the impact of introversion on peer relationships and social network. Journal of Social and Personal Relationships, 35(7), 1023-1042.
- Schroeder, J. (2015). Social media and the rise of the introvert identity: A qualitative study. New Media & Society, 17(7), 1079-1095.
0 Komentar