Ramadhan 1445 H 3/3
Kebebasan berpendapat menciptakan interpretasi liar dari tiap lapisan perspektif masyarakat. Sindir yang baik sejatinya tidak mencerca takdir Tuhan yang melekat pada pribadi, meski ia membencinya, orang lain membencinya, karunia 'keburukan' dari Tuhan adalah objek terlarang.
Alih-alih menjadikan keburukan personal sebagai bahan cacian, kemunafikan diri sah-sah saja dijadikan tamparan kepedulian yang mengiris dan menghunjam. Konon, rasa peduli dan sayang yang tercipta bisa berupa madu manis yang menyanjung ataupun cabai pedas yang membakar.
Untaian noktah huruf yang terintegrasi dalam sebuah tombak sindir harus menancap hingga dasar filosofi kehidupan. Di situlah bermuara kesalahan pikir yang menghipnotis manusia untuk tegar di jalan kesesatan. Beban berat, kita para penempa tombak, pelempar tombak, dan siapa pun yang ingin menginjak ideologi kedurhakaan mereka.
Rancangan tombak haruslah berdasarkan firman Tuhan. Tombak adalah ego manusia yang dikelabui dengan dalil-dalil religius. Sebuah alat yang dengan bangganya dapat merusak miskonsepsi baik dan buruk pada korban, begitu harap yang terkirim
Tombak ini mungkin saja terpancar dari ego manusia, jiwa-jiwa sombong yang merasa baik. Akan tetapi, berselimut dengan firman Tuhan, ego menyadarkan sesama menjadi impian sang idealis dalam mewujudkan utopia.
Masa pengujian 30 hari usai, entah apakah seonggok daging bernyawa yang dengan bangga menyebut diri sebagai penjaga bumi akan menjadi lebih gemilang atau tidak? biarkan mereka menikmati omong kosong mereka, menjadikan agama hanya sebagai ritual dan abai dengan esensi.
Didik Setiawan
18 Maret 2023
09.31
0 Komentar