Ada pedagang beras dan minyak goreng di pasar. Dua pedagang ini punya pelanggan yang banyak. Tapi, pelanggannya nggak tahu tuh kalo dua pedagang ini ternyata belum izin sama pemilik pasar, kasarnya belum kasih setoran lah. Hingga suatu hari lapak dua pedagang ini disegel karena belum juga ngasih setoran dan pelanggan pun ngamuk-ngamuk ke pemilik pasar karena dianggap nyusahin pelanggan dalam memenuhi kebutuhan hidup. Pertanyaannya; siapa yang salah?.
Ini adalah analogi sederhana untuk apa yang terjadi pada akhir Julli 2022 di internet Indonesia. Orang – orang kompak menyalahkan satu pihak dan membenarkan sikapnya karena kehidupan yang semula tenteram tiba-tiba terganggu. Masyarakat terfokus pada konsep benar atau salah. Padahal, kasus ini akan semakin parah jika menggunakan sudut pandang hitam atau putih saja. Yang harus dipahami bersama adalah kadang kala kita harus menceburkan diri dalam zona abu-abu untuk menyelesaikan permasalahan, apalagi jika menyangkut hajat banyak orang.
Masalah Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) ini bersumber pada ketegasan mutlak Kominfo dalam memutus akses pihak-pihak yang tidak mengikuti aturan pemerintah. Kominfo adalah tuan tanah, dia adalah pemilik pasar. Semua pedagang, semua penyelenggara sistem elektronik, wajib tunduk kepada aturan yang berlaku. "Lu mau dagang di indo, daftar PSE dulu, bayar dulu".
Saya tidak tahu apa saja pertimbangan dalam menyetujui para pedagang ini. Akan tetapi, dengan logika sederhana kita bisa menyimpulkan bahwa pendaftaran ini tidak mungkin gratis dan biayanya pasti tidak murah. Mengapa bisa seperti itu?.
Mereka ini, para pedagang, berjualan di sini yang pelanggannya kita - kita ini. Udah dagang di indo, masa nggak bayar? kan mereka itu perusahaan yang ujung-ujungnya nyari duit di indo, wajar Kominfo mutusin akses di indo. Dagang tapi nggak bayar uang sewa di tempat orang.
Membahas persoalan bayar uang sewa, sebenarnya urusan bayar membayar itu diikat dalam Perdagangan Melalu Sistem Elektronik alias PMSE yang pastinya sudah jadi urusan Kementerian Keuangan dan rekan-rekan pajaknya. Bisa dicek di Perpu No. 1 tahun 2020 [1].
Gambar 1. Perpu No. 1 tahun 2020 Pasal 4
Terus bayar apa dong ke Kominfo? Saya tidak tahu apakah juga dengan uang seperti PMSE, yang pasti para PSE ini WAJIB SETOR DATA sebagai persyaratan pendaftaran kan?. Penyerahan data PSE saat pendaftaran adalah salah satu bentuk pembayaran. Data itu berharga kan?. Mungkin ada yang langsung kepikiran “kalo sudah beres PMSE lewat Kemenkeu, seharusnya auto terdaftar di Kominfo dong? Masa antar kementerian nggak ada sinergitas?”. Nah kan janggal hehe.
Yang sebenarnya terjadi, Kominfo cuma jalanin aturan yang ada aja: lu daftar, lu bayar, lu boleh dagang. Lu nggak daftar, lu nggak bayar, ya jangan dagang di sini. Gitu aja inti permasalahannya.
Sialnya, aturan kaku kayak gini dampaknya gede banget kalo ternyata si pedagang ini punya dampak yang gede juga ke pelanggannya. Kayak pedagang beras dan minyak goreng tadi. Saya ambil contoh Steam dan PayPal.
Oh iya, biar nggak salah paham. Saya bukan buzzer yang ngebela Kominfo, Saya korban Kominfo juga yang mau main GTA & Genshin di Epic harus pake VPN wkwk. Tulisan ini cuma sekadar sharing aja.
Saya malah curiga sama legal officer -yang kerja di para pedagang- yang menganggap remeh himbauan Kominfo -alias pemerintah kita-, atau parahnya lagi mereka ini nggak ngasih info ke atasannya kalo indo punya kebijakan kayak gini.
Saya pikir, kayaknya nggak mungkin juga Kominfo telat kasih info soalnya sebagian game di Playstore sudah terdaftar tertanggal 20 Juli lalu. Kan lucu game Playstore sudah terdaftar tapi Steam yang terkenal sebagai tempat game-game malah belum terdaftar.
Gambar 2. Sebagian game yang terdaftar di Playstore pada 20 Juli 2022
Dugaan Saya lebih mengarah ke legal officer yang bermasalah di pedagang itu. Kok bisa hal penting semacam ini nggak buru-buru diselesaikan?. Padahal, segera daftar = aman dalam berdagang, mengabaikan pendaftaran = di segel pemilik lapak. Sesederhana itu logika Kominfo dalam aturan PSE ini -yang Saya ketahui. Secara teknis ya wajar saja pemilik lapak ngeblokir para pedagang ilegal.
Tapi karena udah terlanjur blokir yaudah lah, biarkan si legal officer nya yang kena tegur di perusahaannya dan masyarakat memberi teguran juga ke Kominfo.
Satu hal yang paling Saya sayangkan dari Kominfo adalah kok bisa implementasi kebijakan pada Steam dan PayPal sekaku ini? Risk analyst kerjanya gimana? apa nggak mikir kalo virtual chaos kayak gini bisa banget terjadi?.
Oh iya, bukan berarti Saya menyetujui semua kebijakan Kominfo ya. Saya setuju kalau mau dagang di Indo harus daftar ke mereka, harus bayar, dan bermacam persyaratan administratif lainnya. Tapi, melihat poin pada salah satu aturan mereka kok rasanya agak nggak beres. Apa iya perlu legalisasi peraturan yang mengusik privasi user? [2].
Gambar 3. PERMENKOMINFO BAB V
Padahal, untuk keperluan penyidikan kasus pidana / perdata kan bisa pakai surat kepolisian dan pasti bakalan dikasih data user yang dibutuhkan. Hal ini tentunya sudah diatur oleh mereka dan pertanyaannya kenapa ada yang boleh minta data selain untuk kepentingan hukum? Saya pikir semua orang menerima jika ada kebutuhan hukum maka boleh dilakukan penggeledahan data user.
Gambar 4. PERMENKOMINFO BAB V Bagian Ketiga
Belum lagi isu lama yang katanya mau pakai konsep intranet, DNS nasional, dan whitelist [3]. Kalau kata komentar facebook sih ini namanya bukan menuju revolusi industri 4.0, tapi 0.4. Kalau kata PewDiePie:
Gambar 5. Envolving but . . .
Oke, balik ke virtual chaos tadi. Kebijakan kaku pada Steam dan PayPal pastinya bikin rame media luar negeri. Kalo positif sih gapapa, nyatanya?. Belum lagi web kebobolan dan dihina masyarakat sendiri. Ya bayangin aja ke mana harga diri KEMENTERIAN INFORMATIKA kalo di internet di caci maki, dihina, dan dijadikan meme yang titik titik?. Mereka nggak punya risk analyst atau nggak bisa buat risk analysis? Level kementerian loh, masa buat prediksi virtual chaos saja nggak bisa?.
Gambar 6. Arona
Gambar 7. Web pantau.kominfo.go.id before
Gambar 8. Web pantau.kominfo.go.id after
Gambar 9. Web dinkominfo.surabaya.go.id after
Saya jadi penasaran, mereka ini meeting kebijakannya gimana sih? apa iya cuma orang-orang tua yang nggak ngerti teknologi dan kaku dalam implementasi kebijakan? Apa mereka nggak ngelibatin anak muda yang tiap malam nge-game di Steam? anak muda yang duitnya di PayPal? Apa mereka nggak punya staff yang minimal punya akun di Steam dan PayPal?. Mereka yang masuk kementerian orang pintar kan? orang terpilih yang lolos seleksi sebegitu banyaknya?. Terus kenapa kok bisa kecolongan pas buat kebijakan? Berarti kan risk analysis nya nggak beres.
Gambar 10. Testimoni orang magang
Padahal, menurut Saya pribadi, berhadapan dengan Steam dan PayPal yaa nggak bisa saklek begitu. Harus fleksibel dan ada keistimewaan, kenapa? karena itu tadi, hajat hidup banyak orang ada di sana loh. Banyak orang yang gajiannya lewat PayPal, kalo dia nggak bisa ngambil duit sendiri memang Kominfo mau nalangin?.
Katanya mau memajukan industri kreatif [4], tapi gajiannya saja dipersulit. Dikira freelancer kerjanya free juga?. Sedangkan satunya lagi, Steam, dia sudah dipercaya untuk ambil pajak dari kita [5], lah kok bantuin narikin pajak malah kena blokir? kan lucu. Sudah dibantuin, masih tetap nggak ada kelonggaran implementasi kebijakan, duh.
Gambar 11. Valve pemungut pajak
Terus gimana seharusnya? ya toleransi dan zona abu-abu harus dipake untuk kasus khusus kayak Steam dan PayPal ini. Begini beberapa skenario versi Saya:
1. Buat konferensi pers, buat rame lah gimana caranya, masa KEMENTERIAN KOMUNIKASI nggak bisa buat acara rame?. Bilang ke publik: Steam dan PayPal bandel belum daftar PSE setelah sekian waktu dikasih surat. Karena dua raksasa itu penting bagi masyarakat indo, pemblokiran akan dilakukan 1 x 24 jam. Lalu, kalo dalam 2 x 24 jam belum daftar juga bakalan diblokir sampai mereka selesaikan pendaftaran. Masyarakat dihimbau untuk membereskan semua urusannya saat ini atau maksimal pada tenggat satu hari tersebut itu.
Bebas sih penyampaiannya bagaimana. Konsepnya masyarakat harus tau kalo ancaman blokir itu ada DAN pemerintah ngasih toleransi / kelonggaran karena peduli dan sadar bahwa masyarakat indo butuh mereka. Kalo gini caranya, kita punya awareness dan paham kalo pedagang harus diserang karena nggak mau izin ke pemilik lapak yang akibatnya bisa berimbas ke pelanggan juga. Takut pencemaran nama baik? pake cara nomor 2.
2. Kirim informasi ke semua user secara personal kalo mereka bakalan kehilangan akses karena ada masalah legalitas antara pedagang dan pemilik lapak. Kirim aja email atau sms, bilang saja: menurut peraturan bla bla bla, vendor anda belum memenuhi persyaratan negara kita. Maka, dengan berat hati mereka harus dihentikan operasionalnya sementara sampai vendor menyelesaikan masalah tersebut.
Sama kayak tadi, ada toleransi untuk pedagang spesial. Nanti juga bakalan rame juga sama kita-kita ini. Kayaknya nggak bakal ada kendala juga untuk email / sms user satu-satu. Selevel KEMENTERIAN KOMUNIKASI pasti gampang lah dapetin nomor dan email kita. Negara berhak mendapatkan informasi penduduknya untuk kepentingan negara kan?.
Cara dapetin kontaknya gimana? ya minta saja info user ke pedagang, pasti bakalan di kasih lah. Masa atas nama KEMENTERIAN KOMUNIKASI data kontak user nggak dikasih?. Lagipula, kan sudah ada peraturan nomor yang membolehkan negara mengakses data user kan? Bahkan hal privat milik user saja boleh diminta [2]. Atau kalau ribet bisa pake cara nomor 3.
3. Paksa si pedagang email dan sms satu-satu usernya kalo mereka bakalan nggak bisa akses layanan akibat masalah teknis. Ini bukan pembohongan publik atau membohongi user. Masalah jaringan internet itu kan bagian dari masalah teknis. Meskipun kita tahu bahwa masalah sebenarnya bersumber pada urusan administratif. Kalo masih kesulitan bisa pakai cara nomor 4.
4. Kalo masih nggak bisa ya coba pikir ulang kok bisa kerja tapi nggak punya ide yang solutif?. Kok bisa dari segitu banyaknya orang yang kerja tapi nggak ada ide yang muncul? Ide nggak ada atau nggak dengerin ide yang masuk? nggak ngelihat dampak fatal yang terjadi kalo aturannya dibuat saklek?.
Sebenarnya intinya gini sih, gimana caranya pemblokiran ini berjalan realistis. Yang katanya aplikasi judi bisa lolos mah realistis aja, dia udah bayar, udah daftar makanya bisa. Karena kuncinya itu pedagang udah daftar atau belum? bukan seberapa bermanfaat dagangnya? bukan seberapa bermartabat dagangannya?. Bukan. Tapi cuma pedagang udah daftar belum? dan ya, memenuhi syarat pendaftarannya itu. Lagipula, Saya baca konsep aplikasi judi itu nggak pure judi seperti taruhan, tapi lebih mirip konsep game yang bisa top up dan uangnya bisa ditarik. Yes, konsep judinya sudah dibuat samar dengan meniru konsep game berbayar lainnya. Salut lah sama developer nya haha.
Sebagai penutup, Saya ingin menegaskan bahwa Saya setuju jika mereka yang berdagang dan mencari uang di indo harus terdaftar (Perdagangan Melalui Sistem Elektronik – Kemenkeu & Penyelenggara Sistem Elektronik - Kominfo). Fungsi kontrol oleh negara memang harus seperti itu. Yang jadi masalah adalah ketika aturan PSE ini dipukul rata ke semua sistem yang orang luar juga tidak memperhitungkan bahwa masyarakat indo akan mengakses mereka (keperluan riset, browsing, dll). Jadinya itu tadi, sistem whitelist (ada akses jika terdaftar) akan mengganggu kebebasan berinternet. Siapa juga yang setuju dengan konsep begini. Makanya, sudah benar di awal pakai sistem blacklist (tidak ada akses jika ada laporan).
Pemblokiran karena belum bayar ya masuk akal, sah-sah saja. Tapi, sebagai sosok yang bijaksana kita harus paham bagaimana mengimplementasikan sebuah kebijakan secara realistis, khususnya yang dampaknya menyangkut hajat banyak orang. Karena . . .
Seorang pemimpin (baca: pemerintah) ada untuk mengayomi masyarakatnya dengan kebijakan yang bijaksana. Kalau tujuan itu tidak tercapai, apa fungsi dari eksistensi pemimpin?.
Didik Setiawan
Karawang, 1 Agustus 2022
21.05
Catatan: Jika tulisan ini lenyap, kemungkinan ada yang menyuruh Saya menghapus tulisan ini, atau yaa Saya dapat ancaman. Semoga tidak.
Referensi
[1] Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan/atau dalam Rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan. 2020. Diakses dari https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/135060/perpu-no-1-tahun-2020, 3 Agustus 2022.
[2] Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 5 Tahun 2020 tentang Penyelenggara Sistem Elektronik Lingkup Privat. 2020. Diakses dari https://jdih.kominfo.go.id/produk_hukum/view/id/759/t/peraturan+menteri+komunikasi+dan+informatika+nomor+5+tahun+2020, 3 Agustus 2022.
[3] Agustini, Pratiwi. Whitelist Nusantara. 2020. Diakses dari https://aptika.kominfo.go.id/2020/01/whitelist-nusantara/, 3 Agustus 2022.
[4] Limanseto, Haryo. Pemerintah Dorong Optimalisasi Pertumbuhan Industri Kreatif Indonesia. 2022. Diakses dari https://www.ekon.go.id/publikasi/detail/3593/pemerintah-dorong-optimalisasi-pertumbuhan-industri-kreatif-indonesia, 3 Agustus 2022.
[5] Santoso, Yusuf Iman. Ini daftar perusahaan digital yang ditugaskan untuk memungut PPN. 2020. Diakses dari https://newssetup.kontan.co.id/news/ini-daftar-perusahaan-digital-yang-ditugaskan-untuk-memungut-ppn, 3 Agustus 2022.
0 Komentar