Peringatan
Memahami terlalu dalam tulisan ini bisa membuatmu mencapai suatu kondisi kesadaran yang sama seperti Saya hingga merasa dibayangi kesalahan dalam waktu yang lama.
Ide tulisan ini muncul akhir Juli 2022 tatkala kasus pendaftaran HAKI atas Citayam Fashion Week ramai diperbincangkan [1]. Tapi Saya sama sekali tidak tertarik dengan topik tersebut dan memang bukan itu yang ingin Saya sampaikan dalam tulisan ini.
Saya agak lupa sebenarnya, kalau tidak salah ingat ini bermula ketika Saya menyadari konsep paten saat belajar metodologi penelitian semester 7 lalu. Konsep tersebut langsung terhubung dengan tanya jawab fikih pada sebuah kajian yang menanyakan sebuah konsep serupa.
Bagaimana dua hal tersebut bisa terhubung? begini ceritanya.
Ada sebuah cakrawala pengetahuan yang terbuka setelah lulus SMA. Sebuah pengetahuan baru mengenai cara orang pintar mendapatkan uang tanpa bekerja seperti apa yang biasa Saya lihat. Barulah setelah sekian lama kuliah (semester 7) Saya menyadari secara penuh bahwa orang-orang pintar di luar sana, para inventor, mendapatkan uang dengan cara menjual paten mereka. Mereka menjual penemuan mereka, menjual ide mereka, menghasilkan uang dari kepingan kecil uang dari seluruh dunia atas hasil kerja keras otaknya. Saya tahu sejak lama, tapi belum menyadari bagaimana powerful nya hal tersebut.
Saya pernah melihat video facebook, sebuah re upload video tiktok, yang menanyakan “lu kerja apa sih sampai kaya begini?” “What do you do for a living?” (kayaknya akun @itsdanielmac, Saya tak ingat sama sekali).
Video itu menampilkan orang-orang mengendarai mobil mewah kategori super car, salah satunya adalah pemilik paten. Dia bercerita bahwa ia memiliki paten sistem pembayaran rumah sakit dengan harga yang sangat murah tapi dengan volume seantero US, sangat besar. Itulah alasan mengapa ia bisa kaya, cuma begitu isi videonya.
Saya memahaminya seperti ini: dia memiliki paten sistem pembayaran pada rumah sakit dengan harga sangat murah. Setiap ada transaksi di rumah sakit, dia akan mendapatkan uang dari transaksi tersebut. Misal harga 1 $ = Rp 14.000 dan harga paten dia adalah $ 0.001 = Rp 14 per transaksi dan minimal ada satu transaksi tiap detik (rumah sakit di seantero US pasti banyak banget), berarti sehari dia bisa dapat: Rp 14 X 3600 x 24 = Rp 1.209.600 tiap harinya. Sangat murah harga penggunaan paten dia, tapi volumenya begitu masif dan auto jadi crazy rich. Itu baru satu, kalau dia punya lebih dari satu paten?.
Itulah contoh kerja keras menggunakan otak; paten. Kehadirannya diikat dalam sebuah ketentuan yang bernama Hak atas Kekayaan Intelektual. Menariknya, kita bisa menerjemahkan ini ke bahasa Indonesia sehari-hari (non baku) yang memang sangat mudah dipahami. Kekayaan itu uang, intelektual kepintaran lah. Kalau diterjemahkan secara ngaco kira-kira: hak jadi kaya karena pintar, atau kepintaran yang bikin banyak uang dan orang pintar itu memang berhak kaya.
Nah, lanjut ke sebuah pertanyaan klasik: seberapa banyak orang yang jualan hasil kerja keras otaknya?.
Jawabannya pasti banyak banget lah, tapi mayoritas dari kita nggak sadar karena mereka ini biasanya terjebak dalam perusahaan paten, eh, perusahaan yang bergerak di sektor paten, misal Nokia atas nama HMD Global [2]. Tentu saja perusahaan teknologi juga berebut pasar paten. Itu loh, segala inovasi teknologi yang ada, yang terbaru, pasti bakalan dipatenkan biar dapat uang.
Kamu baca tulisan ini di layar kan? Entah ponsel atau non ponsel pasti menggunakan teknologi yang sudah dipatenkan. Ada berapa banyak paten pengetahuan di situ? Ada berapa uang yang mengalir ke pemilik paten?. Jadi jangan kira kalau buat LCD, LED, dan apa pun itu cuma ada biaya material (semi konduktor, isolator, dll). Tidak, sama sekali tidak. Ada paten yang dibeli supaya produk itu BOLEH dibuat. Kembali lagi ke tadi, harganya mungkin murah dan tidak sebanding dengan harga material, tapi volume yang begitu besar membuat bisnis paten ini sangat digandrungi orang-orang pintar, para inventor, sang penemu. Inilah pekerjaan orang pintar secara intelektual, hak kaya bagi sang intelektual.
Sekarang bayangkan ada orang yang pakai ide kamu tapi tidak mau bayar atau bahkan dia mencuri ide kamu? Atau parahnya lagi dia mendapatkan keuntungan dari ide kamu tapi tidak memberikan sedikit pun keuntungan harta kepadamu?. Bagaimana perasaanmu?.
Ya, selamat datang di dunia pembajakan.
Kita sebenarnya sangat akrab dengan kasus semacam ini karena banyak teman kita yang menjadi korban pencurian kerja otak. Siapa lagi kalau bukan desainer dan fotografer? Banyak teman kita yang berprofesi sebagai desainer / fotografer dan mengalami pencurian kerja otaknya. Mereka belajar dan berjuang untuk mencapai level estetis yang tinggi dan entah bagaimana caranya ada yang mencuri hasil kerjanya, bahkan menguangkan hasil kerjanya demi kepentingan pribadi. Apa ada kreator yang ikhlas dengan hal seperti ini?.
Ada hal yang sangat menarik pada kasus-kasus khusus. Saya pernah baca di CfDS [3], di sana disebutkan bahwa beberapa kasus pembajakan adalah trik marketing untuk menjangkau pasar secara cepat, luas, dan tanpa biaya sama sekali. Selain itu, cara ini juga berperan sebagai media ‘cek ombak’ untuk melihat antusias pasar serta penentuan harga. Semakin banyak dan loyal peminatnya, harga mahal pun tetap akan dibeli oleh pecinta produk tersebut, seperti game Minecraft misalnya (base game Java & Bedrock $26.95).
Kita tahu bersama bahwa marketing versi legal adalah mode trial. Akan tetapi, beberapa produk memang sengaja dibiarkan dalam lautan pembajakan karena tujuannya memberikan efek candu dan ketergantungan, seperti Windows dan Microsoft Office. Pada akhirnya, lama-kelamaan, orang tersebut memiliki keinginan untuk membelinya secara resmi, apa pun alasannya (misalnya dengan rasa bersalah seperti yang Saya alami).
Pertanyaan selanjutnya, apakah hasil curian halal?.
Tadaaa inilah jembatan yang menghubungkan ke pertanyaan fikih itu tadi. Saya berkali-kali terjebak di sebuah tanya jawab dalam sebuah kajian:
“Ustadz, bagaimana hukum menggunakan buku atau software bajakan untuk belajar?”
Jawabannya agak menggantung. Defaultnya, penggunaan barang bajakan tidak diperbolehkan [4] karena dilarang oleh hak cipta dan melanggar peraturan pemerintah. Terlebih jika penggunaannya demi memperoleh keuntungan pribadi. Bisa hilang keberkahan uang tersebut atau bahkan menjadi haram karena menggunakan barang curian untuk menghasilkan uang. Untuk kasus mahasiswa yang tujuannya untuk belajar, tidak mampu membeli legal, dan tidak digunakan untuk mencari uang, maka boleh-boleh saja. Saat itu ustadz nya juga bilang sih “kalau nanti punya uang segera beli barang tersebut dan banyak-banyak bertobat, semoga Allah mengampuni” jamah pun tertawa saat itu. Saya mengingatnya karena setidaknya dua atau tiga kali Saya berada pada tanya jawab seperti itu dengan pertanyaan dan jawaban yang sama.
Sekarang Saya mau menjebakmu dalam sebuah dilema. Saya sudah memberikan peringatan di awal tulisan, artinya Kamu setuju untuk menanggung risikonya. Kini Kamu tahu bahwa menggunakan barang bajakan dilarang agama. Melanggar aturan agama = berdosa. Kalau kamu bingung dan ragu dengan tulisan Saya, Kamu masih mampu untuk searching lebih dalam mencari sumber akurat dan bahkan bertanya langsung ke ustadz. Kalau kamu bimbang dan tidak mencari mana yang benar padahal mampu, maka patut dipertanyakan rasa penasaranmu dan bahkan rasa tanggung jawabmu sebagai muslim (jika muslim), karena setiap muslim dibebankan untuk belajar [5]. Jika kamu mengabaikan fakta ini, maka Kamu menolak kebenaran. Orang yang menolak kebenaran adalah orang yang sombong [6]. Eh tapi kayaknya bukan untuk konteks ini deh hehe. Tapi lumayan link untuk belajar.
Lanjut lagi ya. Saya mau tanya lagi nih. Apa sekarang kamu sudah bekerja? apakah untuk mencari uang sekarang ini Kamu menggunakan barang ilegal? (misal software hasil crack). Kamu punya uang untuk membeli dan Kamu tahu bahwa mencuri itu melanggar aturan agama, lalu bagaimana status uang mu?.
Saya tidak tahu. Saya pikir itu bagian ustadz untuk menjawab. Setahu Saya, cara supaya tidak mencuri adalah membeli software / lisensinya dan tidak menggunakan versi crack.
Gambar 1. Windows sudah legal
Gambar 2. Office sudah legal
Poin Saya adalah: apa iya sudah punya uang masih menggunakan barang ilegal (baca: haram) untuk mencari uang? Pekerjaan kita halal tapi cara memperolehnya dari barang yang tidak halal, ada ketidakridoan sang pemilik HAKI pada peralatan kita mencari uang.
Jangan – jangan hal seperti inilah yang membuat kita tidak tenteram dalam hidup? Gampang burnout dalam bekerja, quarter life crisis yang tidak selesai – selesai, susah dapat jodoh, atau bahkan rumah tangga yang tidak tenteram?.
Kita rajin sedekah dan berbagi ke sesama, tapi uang yang diperoleh dari peralatan curian (curian Hak atas Kekayaan Intelektual). Ada gaji orang yang tidak kita bayar dengan kita tidak membeli lisensi mereka, ada orang yang terpaksa diputus pekerjaannya karena pemasukan perusahaan tidak ada akibat user yang tidak membeli lisensi.
Ada banyak alternatif produk gratis yang sayangnya kita tidak terbiasa dan terlanjur nyaman dengan produk berbayar. Ada juga celah sistem masa trial yang bisa kita manfaatkan dengan membuat akun baru terus menerus demi menikmati masa trial berkelanjutan. Cara ini legal walaupun terkesan manipulatif. Meski begitu, ini lebih baik daripada menggunakan program ilegal yang sama sekali tidak memberikan keuntungan pada pemilik kekayaan intelektual (buat akun baru untuk trial = menaikkan jumlah user terdaftar).
Lalu, bagaimana dengan produk yang masih bisa dipakai meskipun tidak dibeli? Saya pikir ini juga lebih baik daripada menggunakan crack. Windows dan Microsoft Office yang belum diaktivasi akan memberikan tampilan yang mengganggu serta beberapa fitur yang belum bisa digunakan. Begitu juga WinRAR yang akan terus memunculkan permintaan pembelian. Itu adalah konsekuensi yang harus diterima user jika tidak membeli lisensi. Tentunya menerima konsekuensi tersebut lebih terhormat jika dibandingkan dengan menggunakan crack.
Lagi pula, di tahun 2022 ini kolaborasi teknologi sudah cukup baik di Indonesia. Baik GoPay mau pun SPay keduanya kompak memfasilitasi kemudahan user dalam melakukan transaksi. Untuk memerangi kasus pembajakan, bioskop seperti XXI dan CGV sudah cukup rajin memberikan promo kolaborasi bersama beragam dompet digital. Layanan streaming pun juga berkolaborasi dengan operator seluler, seperti By.U (Telkomsel) dengan Disney+ Hotstar atau Tri (Indosat Ooredoo Hutchison) dengan Amazon Prime Video. Memang tidak ada paksaan untuk menggunakan produk berbayar, semua kembali ke moralitas pengguna;
Apa ia cukup waras untuk menikmati layanan gratis secara ilegal padahal sudah memiliki penghasilan?.
Banyak orang yang harus disadarkan bahwa perkara mencari uang tidak hanya prosesnya yang halal, tetapi juga melibatkan instrumen atau peralatan dalam mencari uang tersebut, apakah statusnya halal atau haram?. Karena begini, jangan – jangan hal itulah yang mengganggu keberkahan hidup kita. Bukan kita yang kurang sedekah atau kurang giat beribadah, tetapi ada komponen haram dalam proses kita mendapatkan uang. Parahnya lagi, jika komponen yang tidak diikhlaskan sang pemilik HAKI ini masuk ke dalam darah daging kita sendiri, atau bahkan keluarga kita. Apa rela memasukkan ketidakridoan orang ke dalam tubuh?.
Didik Setiawan
Bekasi, 5 Agustus 2022
20.34
Referensi
[1] Nita, Dian. Soal HAKI Citayam Fashion Week, Ini Aturan Merek yang Tidak Bisa Daftar dan Ditolak. 2022. Diakses dari https://www.kompas.tv/article/312540/soal-haki-citayam-fashion-week-ini-aturan-merek-yang-tidak-bisa-daftar-dan-ditolak, 7 Agustus 2022.
[2] Nokia focuses on patent, brand and technology licensing and targets faster growth in digital health with sharpened strategy for Nokia Technologies. 2017. Diakses dari https://www.nokia.com/about-us/news/releases/2017/10/10/nokia-focuses-on-patent-brand-and-technology-licensing-and-targets-faster-growth-in-digital-health-with-sharpened-strategy-for-nokia-technologies/, 7 Agustus 2022.
[3] #02 CfDS Case Study – Digital Piracy. 2016. Diakses dari https://cfds.fisipol.ugm.ac.id/2021/01/21/02-cfds-case-study-digital-piracy/, 7 Agustus 2022.
[4] Tuasikal, Muhammad Abduh. Hukum Mengcopy Program atau Buku. 2021. Diakses dari https://muslim.or.id/5791-hukum-mengcopy-program-atau-buku.html, 7 Agustus 2022.
[5] Hakiim, M. Saifudin. Setiap Muslim Wajib Mempelajari Agama. 2013. Diakses dari https://muslim.or.id/18810-setiap-muslim-wajib-mempelajari-agama.html, 7 Agustus 2022.
[6] Muslim al-Atsari, Isma'il. Jangan Menolak Kebenaran. Diakses dari https://almanhaj.or.id/37251-jangan-menolak-kebenaran-2.html, 7 Agustus 2022.
0 Komentar