"Mempertahankan lebih sulit daripada mencapai"
Begitulah kepercayaan yang masyarakat umum percayai sebegitu dalamnya sehingga ketika ada sebuah kegagalan dalam kestabilan proses / pencapaian maka kepercayaan itu terus diulang.
Menjadi beban tersendiri ketika sebuah standar kestabilan telah dideklarasikan untuk pencapaian sesudahnya. Keterpaksaan sistem membuat metode ini menjadi beban abadi yang melekat pada penilaian sebuah pencapaian proses.
Saya punya cara tersendiri untuk menghilangkan ikatan beban pencapaian masa lalu, yakni dengan mengasumsikan bahwa tiap pencapaian adalah hal yang unik dan saling lepas terhadap pencapaian sebelumnya.
Tentu saja hal ini tidak bisa diterima lantaran konsep ‘saling lepas’ sendiri adalah sebuah kemustahilan. Ini adalah kenyataan yang harus diterima. Konsep yang Saya ajukan adalah konsep manipulatif yang berusaha menepis kenyataan.
Konsep manipulatif seperti ini berguna untuk melepaskan beban keterikatan diri dengan performansi masa lalu. Harapannya, terbangun sebuah kepercayaan baru: tiap pencapaian adalah sebuah pencapaian baru yang bukan merupakan hasil dari proses mempertahankan, melainkan sebuah proses pencapaian yang independen terhadap apa yang terjadi di masa sebelumnya.
Menyempitkan perspektif dalam pencapaian dan menolak untuk melihat gambaran besar sebagai sebuah proses 'mempertahankan' dapat melepaskan beban moral yang memberatkan diri.
Tentu saja metode ini bersifat subjektif dan -pastinya- tidak bisa diterapkan oleh semua orang. Salah satu alasan utamanya adalah sebuah fakta bahwa sebagian orang membutuhkan beban sebagai acuan dalam menentukan target yang berkesinambungan.
Setidaknya, terdapat perspektif lain yang bisa digunakan bukan?.
Didik Setiawan
Jumat, 11 Maret 2022
09.18
0 Komentar