Dua Pengkhianatan

“Jahat katamu? Biar kujelaskan kepadamu, pergi dengan orang lain sambil berpegangan tangan itu baru jahat!” ucapku dengan nada berteriak, Aku sudah muak dengan apa yang terus ia lakukan terhadapku, memangnya Aku apa? Seenaknya saja menghancurkan perasaan orang dengan mudahnya.

“Bukan Aku yang megang duluan, tapi dia yang langsung menggengam tanganku” balas dia meminta belas kasihan.

“Halah, lalu mengapa terus kau genggam tangannya? Semakin erat malah” ucapku dengan penuh emosi, tapi sejujurnya hatiku menangis saat ini, Aku sama sekali tak menyangka kalau suatu saat akan merasakan sakit hati seperti ini akibat perbuatannya.

“Tapi. . .”

“Tapi apa?” Aku memotong pembicaraan dengan cepat, telihat dia memang menyesal. Tak peduli bagaimana perasaannya, kini hatiku telah buta, karena apa yang telah ia perbuat terhadapku, dan masih layakkah dia menunjukan sikap cengengnya itu? Sama sekali tak pantas!.

“Tapi dia saudaraku, mengertilah, Aku sama sekali tak memiliki perasaan spesial terhadapnya” dia berujar dengan tulus, namun penuh kebohongan. Dari alam bawah, Aku mendapat gelar “Qyot” yang berarti pembaca kebohongan, dan Aku memang sengaja menjaga kerahasiaan gelar ini.

“Ya ya seterahmu, Aku sudah tak percaya lagi denganmu, mungkin perbedaan derajat memang sangat berpengaruh” kuucapkan kalimat itu dengan dingin, berharap dia tak merengek meminta maaf kepadaku.

“Jangan selalu mengaitkan dengan derajat! Aku juga masyarakat biasa, sama sepertimu!” lagi-lagi dia berucap dengan sangat menyedihkan.

“Sama? kau pikir lingkaran biru diatas kepalamu itu menunjukan persamaan derajat kita? Kau itu puteri! Puteri kekaisaran Yao, sedangkan Aku? Aku hanyalah prajurit tempur dengan sepasang sayap hijau dipundakku, dan kau masih menggangap itu sama??” ucapku tegas.

“Aku tak peduli dengan yang kau katakan, bagiku semua siluman itu sama, yang membedakan hanyalah dari mana dia berasal dan hewan apa yang terkandung dalam DNA-nya, Aku benar-benar mencintaimu, jika Kau ingin, kita bisa kembali ke bentuk manusia dengan melintasi Gerbang Perdamaiana dan meninggalkan semua hal ini” gerak-geriknya mengisyaratkanku bahwa kali ini dia berbicara dengan tingkat ketulusan layaknya manusia seutuhnya, hal itu semakin jelas terlihat dengan linangan air mata yang mulai mengalir di pipi berliannya.

“Sebenarnya Aku juga sangat mencintaimu, sungguh, namun memang benar, sampai kapan pun kita takkkan pernah bisa bersatu!” ujarku dengan mantap.

“Mengapa?Aku bersedia melewati Gerbang Perdamaian denganmu, sehingga kita dapat hidup normal sebagai manusia” dia terus merengek, entah hatiku yang benar-benar membatu atau apa, namun kali ini Aku benar-benar tak peduli sengannya.

“Sebenarnya, Aku bukan siluman sepertimu, Aku hanyalah alien yang sedang mempelajari berbagai macam kehidupan di galaksi Soi” 

Seketika ku mengubah wujudku menjadi cyborg, kubuat pintu dimensi yang hanya seukuran cincin, dengan bahan bakar nuklir yang melekat pada ransel perakku, segera ku tembus pintu antar galaksi.

Postingan Facebook pada 24 April 2014 oleh Saya, Didik Setiawan

Terinspirasi oleh cerita Puteri Mariposa karya Qesha Diva Prameshvara

Posting Komentar

0 Komentar