Tumblr yang Diblokir

Mungkin ini telat, yaa daripada tidak tersampaikan.

Mungkin sudah hampir setahun lamanya, atau bahkan lebih, Saya dianjurkan untuk membuat akun di Tumblr sebagai wadah Saya menuliskan cerita pendek yang sering Saya buat, namun hingga sekarang pun Saya masih enggan dengan dalih Facebook masih lebih nyaman untuk Saya gunakan.
Hingga akhirnya, beberapa waktu yang lalu ada berita pemblokiran Tumblr, agak bersyukur sih, untungnya Saya nggak buat akun di sana. Ternyata, alasan pemblokirannya sangat sederhana, keberadaan ratusan akun yang menyebarkan konten porno.

Saya pun terhenyak, “wah, parah juga Tumblr dijadikan media berbagi hal yang nggak baik”, begitu pikir Saya. Berita tersebut mewarnai beranda Facebook Saya, cercaan dan makian terus mengalir. Kementrian Komunikasi dan Informatika menjadi dalang atas pemblokiran ini. Ada satu hal yang menarik dari para penentang kebijakan kementrian ini, argumen yang mereka –pengguna facebook- pegang adalah “ada jutaan penggunaan Tumblr, masa diblokir cuma karena ratusan akun porno?”.
Betul juga! Bodoh nggak sih KEMKOMINFO memblokir Tumblr cuma karena ratusan akun nggak beres? Ibaratnya kayak membakar gudang padi karena beberapa tikus yang bikin ulah.
Pertanyaannya adalah, apakah iya KEMKOMINFO sebodoh itu?
Jawabannya sudah jelas, TIDAK!.

KEMKOMINFO adalah kementrian yang membutuhkan SDM berkualitas tinggi, Saya berani jamin banyak lulusan UI, UGM, ITB yang menjadi staf ahli di sana. Saya yakin banyak juga lulusan kampus top internasional yang bekerja di sana. Nah sekarang, logis nggak sih kementrian besar dengan SDM berkualitas tinggi memblokir Tumblr hanya karena alasan akun pornografi?.

Jadi, sebelum membuat kebijakan, apalagi kebijakan tersebut akan berdampak besar dan dirasakan orang banyak, pastilah telah dilakukan banyak rapat, kajian, perdebatan, dan beragam hal rumit lainnya sebelum hingga akhirnya kebijakan tersebut dilaksanakan. Loh, Saya tau dari mana? Ya karena saat kuliah Saya pun pernah berkecimpung dalam dunia peraturan, membuat aturan, hingga menentukan kebijakan, walaupun dalam skala yang sangat kecil, tapi konsepnya sama, pasti akan banyak adu argumentasi sebelum kebijakan atau aturan tersebut diterapkan. KEMKOMINFO pun pasti telah melakukan rangkaian adu argumen yang panjang, termasuk pertimbangan citra yang akan memburuk di masyarakat.

Persis yang dilakukan Ketua BEM UI beberapa waktu yang lalu. Ia mengorbankan nama BEM, apalagi nama UI demi percepatan bantuan di Asmat. Kata kuncinya adalah percepatan!.
“Buktinya apa dik?”
Di UGM juga sempet heboh pemberitaan ini, yang menarik adalah akhirnya Saya menyadari bahwa kampus ini sudah mengirimkan bantuan ke Asmat sebelum dihebohkan oleh Ketua BEM UI. ‘Gara-gara berita’, kampus Saya langsung meningkatkan kualitas dan kuantitas bantuan ke Asmat sana. Saya tidak tau akibat kehebohan ini atau bukan, tapi tim KKN khusus juga diinstruksikan ke sana –entah jadi atau tidak- yang ternyata DPL nya adalah dosen dari departemen Saya sendiri.

Itu baru kampus Saya, belum pihak-pihak lain yang secara tiba-tiba tersadarkan ada yang sangat memerlukan bantuan, contoh yang paling sederhana adalah pengumpulan donasi yang motori oleh Ketua BEM itu sendiri, dan pengumpulan donasi bisa dikatakan berhasil bukan?. Dan semua ini Saya jamin sudah menjadi bahasan rapat BEM yang penuh perdebatan sebelum akhirnya dieksekusi.

Sudah mengerti apa hubungannya? Dalam kasus pemblokiran Tumblr, KEMKOMINFO mengorbankan diri dengan suatu alasan yang disamarkan, “akun pornografi”.

“Loh kenapa disamarkan? Apa yang disamarkan? Lalu, siapa yang dilindungi?” kalo kamu penasaran, coba deh berhenti sejenak untuk berpikir, karena Saya pun akhirnya mengerti bahwa ini hanyalah tindakan pengalih perhatian semata.

Kamu pasti pernah deh melihat suatu keburukan yang tidak hanya satu. Mari buat analogi, jika keburukan adalah sebuah lubang di jalanan, maka secara naluriah jika terdapat banyak lubang pasti kita akan terfokus pada lubang terbesar. Anggaplah lubang besar berdiameter 40 cm, dan ada beberapa lubang kecil dengan diameter 5 cm. Entah bagaimana prosesnya, secara alamiah kita akan mengabaikan yang 5 cm, dan terfokus pada 40 cm, iya kan?. Nah, mari coba direnungkan, tidak semua lubang besar akan berbahaya, dan tidak semua lubang kecil aman, bukannya bisa saja di lubang kecil tersebut justru terdapat benda tajam, paku misalnya, yang lebih berisiko mengganggu perjalanan. Seolah-olah lubang besar hanyalah pengalih perhatian.

Pengalih perhatian dalam kasus ini bisa berarti adanya kasus korupsi yang sedang ditutupi, seperti kasus-kasus viral lainnya, tapi Saya pikir untuk pemblokiran ini agak berbeda, terlebih setau Saya Tumblr hanya berisi tulisan Saja.

Eh, tunggu dulu, tulisan aja?.

Pernah nggak sih Kamu baca tulisan yang begitu viralnya sampai-sampai diposting di beberapa media sosial, dan tetap viral di sana karena konten yang dibawakan oleh tulisan tersebut?.

Sejak media sosial merebut kehidupan nyata di banyak kalangan, pemberitaan begitu dengan mudah tersebarnya hanya dengan satu sentuhan atau klik. Nah, ketika sudah sangat viral, jika sudah terlalu banyak pihak yang tau dan sadar, bagaimana cara menghentikannya? Setau Saya jika kondisi tersebut tercapai, maka hanya waktu yang dapat menghentikannya. Upaya penghentian penyebaran berita secara “kasar” hanya akan menambah semangat netizen untuk berpikir kritis dan semakin bergembira menyebarluaskan tulisan tersebut.

Sekarang mari berpikir jauh, jika konten tulisan tersebut berisi ajakan pergerakan, sebuah ajakan tindakan aksi nyata, sebuah narasi persuasif yang dapat memengaruhi banyak orang secara langsung, bukannya mungkin momen 212 kembali terjadi? Jika ajakan yang diserukan adalah kebaikan pastilah pemerintah akan memfasilitasinya, tapi bagaimana jika yang terjadi adalah yang sebaliknya?. Metode persuasi semacam ini telah berhasil digunakan di beberapa negara di luar negeri, berawal dari dunia maya, berakhir di dunia nyata. Saya tidak memiliki data tersebut, tapi penelitian terkait pernah dilakukan dan dipublikasikan oleh Center for Digital Society (CfDS), Fisipol.

Saya memberi contoh dengan sebuah dugaan “ajakan bergerak” karena lebih mudah dibayangkan. Pada kenyataannya sangat memungkinkan bila bukan ini yang menjadi alasan KEMKOMINFO memblokir Tumblr, karena begitu banyak alasan yang tidak berhasil Saya jangkau.
Mau tau dugaan Saya atas pemblokiran ini?

Saya rasa, ada tulisan yang memiliki potensi mengganggu keutuhan negara ini, merusak ketenteraman pemerintahan, merusak stabilitas negara, dan beragam hal yang jika tidak ditindaklanjuti dengan serius berpotensi besar mengancam negara ini. Akhirnya, KEMKOMINFO sebagai pihak yang paling bertanggung jawab dan punya kaitan langsung dengan media diminta menyelesaikan persoalan ini. Lalu, dengan beragam pertimbangan yang besar KEMKOMINFO mengorbankan dirinya tuk melindungi pemerintah dari ancaman tersebut, mungkin bisa juga disebut sebagai kemungkinan ancaman, entahlah, hanya mereka yang tau.

Bagaimana mungkin Saya bisa berpikiran seperti ini? Yaa Saya hanya mengandaikan diri jika Saya adalah pemilik perusahaan besar yang memiliki beberapa anak buah yang tidak beres. Tidak beres di sini masih berupa potensi, rekan kerjanya pun tidak menyadarinya. Misalnya saja, kepribadian yang dapat memengaruhi karyawan lain untuk memberontak.

Mengetahui potensi buruk itu, Saya pikir harus menyelamatkan perusahaan Saya dengan menyingkirkan orang tersebut. Jika Saya memecatnya secara individu, pastilah akan sangat mencurigakan dan karyawan Saya akan berpikiran Saya punya masalah pribadi dengan orang tersebut. Akhirnya, Saya akan memilih tuk memecat satu divisi sekaligus dengan alasan yang “agak masuk akal”, misalnya kehadiran mayoritas divisi tersebut yang sering terlambat, pekerjaan yang terlalu lama selesainya jika dibandingkan divisi lainnya, ataupun karena usia yang kebanyakan sudah tidak produktif untuk bekerja. Bukannya cara ini lebih aman? Mengorbankan suatu hal besar untuk memperoleh keselamatan yang lebih besar di masa-masa yang akan datang.

Jika dipahami lebih lanjut, tindakan yang KEMKOMINFO lakukan adalah sebuah tindakan preventif. Mereka mencegah suatu hal besar yang buruk dengan membasmi potensi buruk yang kecil, misalnya adalah kasus pembuatan peta sekolah untuk bermain Counter Strike di Amerika. Di Amerika, ada yang berurusan dengan polisi hanya karena membuat peta sekolahnya untuk dijadikan map di Counter Strike. Terlihat sepele memang bagi kita, akhirnya Saya diberitahukan kakak tingkat Saya bahwa di sana kadang terjadi kasus penembakan di sekolah. Penembakan pembunuhan loh. Sekarang bayangkan jika map tersebut dijadikan simulasi penembakan yang akan dilakukan. Bukan berprasangka buruk, tapi inilah potensi kecil –yang bisa membesar- yang dibasmi.

Contoh lainnya adalah cara Islam mencegah zina. Jika kamu beragam Islam, Saya yakin kamu bakalan sering diingatkan lalu dianjurkan untuk menundukkan pandangan. Kemudian larangan bersentuhan dengan lawan jenis, pergi berduaan, dan beragam hal sederhana lainnya. Hal tersebut jauh dari zina yang dimaksud, tapi itu tadi, membasmi potensi kecil yang sangat mungkin membesar.

Kalau kamu mau berprasangka buruk lebih jauh, bisa saja ini berkaitan dengan pemilu 2019 nanti, entah keberadaan tulisan yang menjatuhkan, menjelekkan, atau apa pun itu.

Sebelum mengakhiri tulisan ini, Saya ingin mengutip perkataan dosen biofisika Saya

Saya tidak ingin membuat mahasiswa yang nurut, tapi Saya ingin membuat mahasiswa yang kritis
Jangan percayai atau setujui tulisan ini, karena tidak ada yang tau siapa yang benar, mari berpikir kritis!.

Oh iya, ini hanyalah opini tak bersumber, murni pemikiran pribadi yang bisa benar dan bisa juga sangat salah. Tulisan Saya hanyalah sebuah upaya pelebaran sudut pandang dalam memahami kebijakan pemerintah, karena membuat kebijakan tidak sebercanda itu.

“Menjaga media dan informasi negara itu berat, kita tak akan kuat, biar KEMKOMINFO saja”

Dari seorang mahasiswa yang sedang tinggal di Sleman, Didik Setiawan.

Jumat, 09 Maret 2018
08.22

Posting Komentar

0 Komentar