Assalamu’alaikumwarrahmatullahiwabarakatuh
Setelah sekian lama saya tak mengetik, akhirnya saya putuskan untuk meluangkan waktu untuk berceloteh melalui tulisan lagi. Pada kesempatan kali ini, saya ingin mengulas, hmm bahasanya nggak usah terlalu kaku deh ya, bosen juga pake bahasa baku terus wkwk. Biasanya saya suka buat cerpen, tapi sayangnya ide fantasi saya lagi lenyap, kosa kata pun banyak yang hilang, yasudahlah, mau bagaimana lagi, nasi telah terlanjur menjadi jagung, cuma bisa diolah menjadi soto aja (?).
Setelah sekian lama saya tak mengetik, akhirnya saya putuskan untuk meluangkan waktu untuk berceloteh melalui tulisan lagi. Pada kesempatan kali ini, saya ingin mengulas, hmm bahasanya nggak usah terlalu kaku deh ya, bosen juga pake bahasa baku terus wkwk. Biasanya saya suka buat cerpen, tapi sayangnya ide fantasi saya lagi lenyap, kosa kata pun banyak yang hilang, yasudahlah, mau bagaimana lagi, nasi telah terlanjur menjadi jagung, cuma bisa diolah menjadi soto aja (?).
Sebelumnya,saya minta maaf karena nantinya akan banyak kalimat yang strukturnya hancur harap maklum ya hehe. Tulisan ini diperuntukkan blog saya yang amat malas saya bereskan lantaran 2 sebab, pertama saya belum belajar cara benerin template,kedua akun 4 berbagi saya di banned T_T.
Langsung ke topik deh ya, saya rasa udah pada ngerti lah maksud kata “Menilai”. Jadi gini,saya suka banget baca hasil penelitian, apa pun jenisnya, alasannya ya dengan hipotesis atau teori yang udah mereka temukan bisa saya uji kebenaran, serasa jadi peneliti gitu :D.
Memahami orang lain dan memberi penilaian kepadanya pada dasarnya nggak beda dengan diri sendiri, makanya itu, banyak perilaku orang lain yang bisa kita ketahui apa alasan dan tujuannya jika kita mengandaikan kita adalah orang tersebut, setuju?Setuju dong ya, karena kita ini sama-sama manusia, punya fitrah yang sama,punya naluri dasar yang sama, lingkungan dan kepribadian lah yang menentukan sisanya.
Untuk memahami seseorang dengan cara ini, saya berani jamin keakuratannya 65%-75%, tapi keakuratan ini hanya berlaku jika dan hanya jika (biimplikasi) kita sudah tau siapa diri kita sepenuhnya dan menyadari kendali penuh atas diri kita sendiri,berdasarkan pengalaman dan pengamatan, kedua hal penting ini bisa di dapat setidaknya pada anak minimal 14 atau 15 tahun.
Sebagai pengantar, saya mau ngingetin dulu nih, nggak ada yang ngejamin metode ini punya keakuratan dengan kisaran yang tepat, karena yang saya lakukan hanyalah melakukan ‘pendekatan’ dan mencoba membuat ‘prediksi’, kenapa hal ini bisa terjadi? Yaa karena pada kenyataannya begitu banyak “Faktor X” yang disadari atau tidak sangat memengaruhi hasil akhirnya, yang pernah buat laporan pasti taulah ya hehe.
Pertama,tolong diinget lagi logika matematika, pelajaran MTKkelas X SMA khususnya bagian implikasi karena kita akan sangat bergantung dengan konsep logika yang satu ini.
Saya ingetin ya, P → Q itu berarti jika terjadi P, maka Q PASTI terjadi. Nah, dalam kasus ini ada 2 variasinya, setelah saya baca beberapa artikel, dalam penggunaanya masyarakat memaknai logika ini sebagai :
1. Logika Terbuka. P → Q =P maka Q itu berarti jika P terjadi, maka Q PASTI terjadi DAN jika Q terjadi,maka P juga terjadi. Oh iya, konsep yang terbuka ini juga berlaku pada operator“Semua” dan “Ada”. Misalnya gini, “Jika saya menyapu, maka lantai bersih” dan “Jika lantai bersih, maka saya menyapu”. Contoh lainnya, “Ada kapal yang bisa tenggelam” berarti “Ada ‘juga’ kapal yang tak bisa tenggelam”. Keliatannya sih bener, padahal sih . . . ya salah.
2. Logika Tertutup. P → Q = P maka Q itu berarti jika P terjadi Q PASTI terjadi dan jika Q terjadi, apakah P terjadi?? Ya enggak tau, pokoknya yang kita tau cuma premis sebelumnya,barangkali ada si R atau si S yang menyebabkan Q, pokoknya kalo P dijalani PASTI Q terjadi. Ini berlaku juga pada operator “Semua” dan “Ada”. Dan inilah pengambilan kesimpulan yang benar karena pengambilan ini bersifat deduksi,sesuai dengan sifat matematika itu sendiri. Untuk deduksi itu sendiri, saya lupa definisinya, silahkan tanya Peter Answer atau askjud.com ya *eh. Pakai contoh yang sama, misalnya lantainya bersih,apakah saya pasti menyapu?? Yaa belum tentu juga, barangkali yang nyapu bokap atau nyokap, atau mungkin malah enggak disapu, tapi langsung di pel, bisa ajakan?. Lagi, “Ada kapal yang bisa tenggelam” apakah ada kapal yang nggak bisa tenggelam?? Ya enggak tau, pokoknya yang kita tau cuma ini. Untuk lebih jelasnya silahkan review kembali ya.
Kenapa kita perlu nginget konsep logika? Yaa sebenernya kembali ke hasil penelitian tentang riset hasil penilaian orang secara umum, karena banyak faktor X yang tak diketahui, jadinya hasil metode ini amat luas kemungkinannya.Sekadar ngingetin lagi nih, kita sering menggunakan matematika dalam kehidupan karena kebenaran matematika 100% benar, itulah kenapa banyak ilmu yang bertumpu pada matematika. Kenapa bisa sampe 100%? Salah satu alasannya karena ilmu ini berasal dari hal-hal abstrak yang tak ada di dunia nyata dan berasal dari pikiran manusia sendiri, sedangkan pikiran manusia itu umumnya sama, kalo mau jelas silahkan cari sendiri ya.
Oke, sekarang ke bagian teknisnya ya. Hmm menurut saya sendiri sih untuk nilai orang itu pake fehling, eh feeling aja. Dengan modal feeling seharusnya keakuratan bisa 50%-70%, nah masalahnya tiap orang punya perasaan dan bawaan yang beda, tergantung dari lingkungannya, jadi mari saya ingatkan kembali,bahwa apa yang dikatakan dalam pikiran atau hati anda itu benar.
Untuk point ini jelas banget lah ya? Intinya “Apa yang kau lihat, itulah dirinya”. Tapi eh ternyata, banyak banget orang yang ngotot untuk ngindarin cara ini, alasannya kuat, mereka pake kata-kata legenda “Jangan menilai orang dari luar”. Kalo alasannya itu, saya sependapat, dan alasannya pun benar, tapi sist bro, sadar nggak sih? Orang yang nggak sesuai sifat dan penampilannya itu cuma sekitar
Jawaban saya : Tidak!. Yaps, kadang saya suka kesel sendiri, rasanya greget gimana gitu, pasti ada deh aja orang yang bilang “Wiihh si Delta diem-diem pinter ternyata” atau “Nggak nyangka, si Sigma ternyata jago, padahal pendiem banget”. Btw di sini pake logika terbuka ya. Apakah mereka salah? Enggak lah,karena emang pada umumnya orang pendiam itu pintar, cerdas dan punya kelebihan lainnya, setuju? Pastinya. Dengan ungkapan ini, bertambah lagi modal kita dalam menilai seseorang, terus yang dimasalahin yang mana? Gini, ada loh anak pendiam yang emang biasa aja, banyak juga anak pintar dan sebangsanya yang atraktif,bahkan hiper, setuju kan? Nah, kenapa ungkapan ini masih bertahan? Ngerti nggak?intinya sih bingung aja kenapa ungkapan ini masih populer, seolah-olah memojokan orang pendiam, pokoknya dia harus “lebih”.
Pertama harus saya akui saya nggak bisa jawab pertanyaan ini, dengan menyesal saya harus mengatakan ini kembali kepada diri tiap individu. Pokoknya, yang HARUS dilakukan ketika bertemu orang asing -baru pertama kali kenal dan ketemu- adalah ikuti feeling dan logika, pokoknya pembagian NeThink minimal 50,005% dan maksimal 70%.
Catatan : Dalam kondisi yang bisa disesuaikan, lo boleh atur sesuai keperluan.
Nah, ini nih yang paling parah kasusnya, saya sendiri baru sadar maknanya beberapa waktu lalu. Masyarakat kita, telah didoktrin oleh media dengan berbagai hal, hampir segala hal malah, setuju tak? Kalo lo masih punya anggapanbahwa di luar sana banyak orang jahat, saya mau ngasih ucapan “selamat”, karena media dan lingkungan berhasil ngerubah pemikiran lo. “:Lah, ngubah gimana?maksudnya” gini aja sih, pasti tau kan dan pernah mengalami ‘polosnya anak kecil’? pasti dong ya, masa ketika kita nurut aja sama banyak orang, karena padamasa itu secara nggak sadar kita menganggap orang lain tuh baik, kayak orangtua kita sendiri. Seiring bertambahnya usia, akal kita makin sempurna, kita menonton tv, baca surat kabar dan mengikuti arus masyarakat serta mulai bisa mengambil kesimpulan lalu menerapkannya pada kehidupan. “duh, maksudnya gimana nih?” langsung ke permasalahan nih ya, pake contoh pribadi aja deh. Dulu,semasa SMP saya masih percaya banget tuh banyak orang asing –yang tak dikenal-yang jahat, alasannya ya sederhana, di tv, surat kabar, radio, internet, dan perbincangan tetangga itu seringnya seputar kejahatan, penipuan, dan berbagai hal negatif lainnya. Konyolnya, kebanyakan pelakunya adalah orang asing,orang tak dikenal, orang misteruius dan sejenisnya deh, pasti pernah ngalaminkan??. Sampai suatu saat di masa SMA, saya mulai “ngeh” akan kepribadian dankendali diri, penasaran tuh, apa bener orang tak dikenal sejahat itu?. Mulai dehtuh, denger nasehat legenda “Orang baik akan bertemu orang baik juga” dan “Kalokita niatnya baik, pasti Allah menjaga kita”. Dengan modal ini saya langsungtes kebeneran apakah orang Indonesia itu ramah? murah senyum dan baik? utamanyasih yang baik itu ya. Gimana ngetesnya? Gampang aja, kita pergi ke daerah takdikenal sendirian. Daerah asing lah pokoknya.
Kasus 1
Suatu saat saya mau ke Planetarium di Cikini, Jakarta Pusat. Dengan bermodal doa dan pengalaman sebelumnya, saya pergi ke Kampung Melayu, bertanya pada orang sana untuk memastikan, jawaban orang terminal? Cukup memuaskan. Lanjut di dalam kendaraan, saat itu penumpang sangat penuh, hingga saya “dilupakan” oleh supir tersebut, saya yang pernah ke Cikini sebelumnya merasa dodol banget sampe lupa turun di mana -_- . Dan kemudian supirnya inget saya karena penumpang mulai sepi karena si kopaja ini mulai ke tujuan akhir, Tanah Abang. Saya pun menghampiri supir yang terlihat ganas dan beringas –kebanyakan supir kopaja,metro dan sebangsanya emang gitu- saya dengan nada polos bilang “bang Saya mau ke Cikini, tapi udah kelewat, tadi saya lupa, gimana dong?” kata si supir“yaudah kamu di depan aja, tadi abang lupa kalo ada yang mau turun di sana”kira-kira begitu lah, dan akhirnya saya melanjutkan perjalanan dan sampai dengan selamat di tempat tujuan, dengan Rp3.500, tanpa biaya tambahan. Oh iya,satu lagi, selain saya ada beberapa orang yang kayaknya emang baru ke wilayah Jakarta Pusat, mereka dengan polosnya bertanya ke supir seolah-olah mereka memang tak kenal wilayah tersebut, dan si supir menjawab pertanyaan mereka dengan jawaban yang sangat memuaskan .
Kasus 2
Waktu itu ada acara di Jakarta Convention Center, dengan bermodal doa dan arahan Google Maps, saya sendirian ke wilayah yang sama sekali belum pernah saya datangi. Saat itu saya kira JCC punya nama lain, SMESCO, dari Trans Jakarta saya turun di sana, sampai di sana? Krik krik, tak ada acara apa pun,saya agak shock, lah berarti JCC itu di mana?? Perasaan di Google Maps di sini deh, dengan niatan baik saya pun menghampiri seorang bapak-bapak yang duduk di sana, dari mukanya nggak ada tanda-tanda orang baik, maksudnya biasa aja lah,setelah saya tanya ternyata untuk ke JCC masih jauh perjalannnya, seharusnya tak turun tadi, di situlah saya merasa Lapis Surabaya, eh merasa dodol, karena lagi-lagi kesalahan konyol dalam menumpangi kendaraan zzz. Kemudian beliau memberikan arahan ke JCC DAN memberi saran “Tas kamu jangan taruh di belakang,taruh di depan aja soalnya banyak copet” dengan polos saya mengatakan bahwa yang ada di tas saya hanya air minum dan sebuah buku *lupakan. Setelah itu saya menunggu metro mini, kali ini nggak salah turun karena cuma sekitar 5 menit naik metronya lalu turun di halte, sesuai arahan bapak-bapak di SMESCO dan dari supir metro, tinggal nungguin 1 kendaraan lagi untuk ke JCC, ya sudah saya menunggu di sana. Belasan menit berlalu, saya menjumpai seorang bapak-bapak dan 2 anaknya yang umurnya diatas dan di bawah saya, saya dengarkan percakapannya,dan ternyata mereka juga ingin ke JCC! Langsung hajar aja, eh maksudnya samperin biar barengan gitu, lalu si pedagang asongan bilang, kendaraan yang kami tunggu emang lama, mending naik taksi aja, biayanya cuma beda dikit soalnya deket, mendengar saran itu, saya coba beranikan diri untuk numpang ditaksi, jawabannya? Boleh!. Ya, saya juga nggak nyangka ujung-ujungnya bisa naik taksi. Oke skip, pulangnya bingung lagi nih, saya baru sadar kalo halte didaerah Senayan udah nggak bisa nerima tiket 3500an, nah loh! maunya yang pake kartu 40.000an, padahal duit pas-pasan tuh, kalo beli yang 40.000an bisa-bisa cuma sampe otista, abis itu nggak ada duit sama sekali. deh kepikiran, gimana kalo numpang lagi? Hmm, coba berkali-kali banyak orang yang nolak, kayaknya mereka menganggap saya peminta sumbangan karena mukanya melas -_- , ya bayanginaja situasinya, belum lagi gara-gara capek abis dari JCC. Dan akhirnya tindakan saya ini tertangkap basah oleh petugas halte! Dia berkata “mas, mau nyari tebengan ya?” , “iya, saya nggak punya kartu, kirain masih bisa yang 3500an”.“Oh yaudah, nanti saya bantuin cari tebengan”. Beberapa menit kemudian saya langsung dapet tebengan karena bantuan petugas tadi, pastinya saya ucapkan banyak terima kasih ke petugas itu dan yang memberi tebengan, dan Alhamdulillah saya dapet pengalaman yang sangat berharga.
Kasus 3
Akhir september 2013, saya baru pulang dari suatu tempat, saat itu ada acara Olimpiade Megaxus 2013. Singkat cerita saya hampir sampai di rumah,tepatnya di daerah radar, Jatiwaringin, Pondok Gede. Langit sudah gelap karena adzan magrib sudah lama berkumandang.Waktu itu nungguin angkot 37 lamaaa banget, dan akhirnya saya putuskan berjalan kaki sambil menunggu angkot, naas tak ada satu pun angkot yang lewat setelah saya berjalan sekitar 1 km, padahal badan udah lemes banget gara-gara nungguin Trans Jakarta dan berdiri berjam-jam di acara tadi. Dari kejauhan ada seorang pemuda menepi dengan motornya, keliatannya dia lagi bales sms, umurnya kira-kira 4-5 tahun diatas saya, samperin deh, moga-moga dapet tumpangan, btwsaya yakin kalo yang dilakukan Mr.Bean itu pasti bisa dilakukan di sini *nebeng kendaraan pribadi. “Bang, mau ke arah mana? Saya boleh nebeng nggak? sampe antilop kalo bisa, saya nungguin angkot nggak lewat-lewat dari tadi” ujar saya polos,ya biar dapet tumpangan lah haha. Dan si orang ini pun menjawab “Yah, abang nanti di ujung belok”. Sebenernya dari nadanya aja udah jelas banget kalo dia bohong dan enggak percaya sama saya, yaa wajar aja sih, udah gelap gitu,tiba-tiba ada sosok yang muncul minta tumpangan wakakak. “Oh, yaudah makasih bang” ucap saya sambil melanjutkan perjalanan yang berjarak sekitar 5 km lagi.Tak lama kemudian, orang tersebut menghampiri saya dan . . . diajak bareng atuh :3 tebakan gue sih orang ini pasti kasihan banget sama gue, ah tak apa lah, yang penting dapet tebengan,dan ternyata bener, dia enggak belok di tempat yang dia omongin, tapi ya biarinaja, dapet tumpangan aja udah bersyukur banget, lumayan bisa sampe antilop, itu pun karena emang dia mau belok. Pastinya ya saya ngucapin banyak terimakasih,tapi kamvretnya tuh ketika baru jalan beberapa saat, tiba-tiba angkot 37 melaju dengan penumpang -_-. Btw pengalaman yang satu ini boleh banget nih di coba, tapi gue nggak ngasih rekomendasi untuk perempuan, apalagi udah gelap gitu,walau banyak orang baik, tetep ada kemungkinan yang berbahaya :v.
Itu cuma 3 kasus loh ya, banyak juga kasus yang pernah saya alami, misalnya saat saya nyoba ke wilayah Bogor dengan kereta, muter-muter di Jakarta selatan karena salah ambil puteran sampe 3 kali, kebablasan jalan mau ke Cimanggis malah hampir ke Bogor, dan saya di selamatkan oleh orang-orang baik di luar sana, karena ya itu, fitrah manusia adalah kebaikan, saya yakin pasti anda punya pengalaman yang serupa.
Jadi begitulah, masyarakat kita itu baik, mayoritas baik, paling banyak yang jahat 10% lah -kalo enggak tinggal di kampung penjahat :P-. satu lagi,seandainya banyak orang yang berpikiran bahwa mayoritas orang “di luar sana”baik, pasti kondisi dalam berbagai konteks semakin aman dan nyaman, tapi ya tetep kendalikan sikap ini. Oke.
Lanjut lagi nggak nih? Lanjut ya, masih pengen banget mencurahkan pemikiran saya yang “agak-agak” *bukan artian negatif ya :3*.
Sebenarnya saya sendiri udah merhatiin fenomena ini dari SD, saat itu suka banget merhatiin orang-orang pinter di kelas, yang rajin banget dapet piala, 3 besar terus. Waktu itu sih cuma sepintas kepikiran “kok kayaknya muka mereka beda gimana gitu?” sampai SMP pun saya merhatiin jejeran anak yang selalu nongkrong di 10 besar, dan anehnya lagi, kayaknya emang yang masuk 3 besar kayak punya pertanda, entah saya yang aneh atau gimana, tapi bener-bener penasaran sama manusia jenis ini, serius.
Btw, ini aga OOT dikit. Dulu waktu SD saya punya hipotesis kalo orang pintar itu minum tolak angin, eh bukan, orang pintar tuh agak pendiam, dan hipotesis ini gue pegang sampe SMP, alasannya yaa karena sampe di jenjang putih biru yang lagi alay-alaynya ini, gue sendiri belum berhasil matahin hipotesis itu. Sampai suatu ketika saya menginjak level abu-abu, di situlah saya bener-bener tercengang, ah tapi nggak selebay itu juga, kaget sih soalnya hipotesis yang gue pegang 4 tahunan patah setelah liat banyak anak pinter yang hiperaktif, tapi eh tapi tetep di situ saya dari awal udah bisa ngerasaain feel dari mukanya “wah anak ini pinter, calon-calon anak kesayangan walas nih” danternyata yaa bener lagi, disitulah mulai introspeksi, berarti yang salah darisaya tuh dalam pengambilan kesimpulannya, artinya indikator yang saya pakai nggak bagus, dari situ saya mulai nyari indikator yang bagus, gimana caranya?Yaa liatin terus aja orang-orang pinter, dari situ nanti dapet pola umum yangdapet kita ambil kesimpulan. Dan kesimpulan saya adalah . . . yaa judul bagian#5 ini. ”Lah gimana ceritanya bisa kece?temen gue yang pinternya kebangetan biasa aja tuh?” Ya! Anda nggak salah, di judulnya aja udah jelas “hampir sama dengan”,bukan “equivalent” apa lagi “sama dengan”. “Jadi gimana dik, kok lo aneh sih?”Yaa kan udah dibilang emang saya agak-agak :P. Begini loh, coba praktekan sendiri apa yang udah saya lakukan, dari situ lo akan mendapati bahwa 85% orang pintar itu kece, berlaku logika tertutup, masih nggak percaya? Lo boleh banget ke sekolah unggulan di daerah lo, missal nih ya SMANSA dan SMADA alias SMA 1& 2 biasanya anaknya tuh kece-kece, apakah mereka pintar? Yaa cari tau sendiri aja lah ya, contoh lagi, kalo lo udah kuliah, boleh banget nih lo iseng ngejelajahin anak teknik, farmasi, akuntasi, hukum dan dokter di universitas ternama, wajib yang ternama ya, gue berani jamin lo bakalan homina homina dalam hati, kalo lo nggak kuat yaa bakalan melongo deh *pengalaman. Dan misalnya lo nggak bertemu orang yang gue cirikan diatas, yaa kemungkinan besar dia si 15% itu hehe. Oh iya, hampir lupa, saya rasa sih orang pinter tuh nggak pendiem, cuma agak penyendiri aja, ngerti kan kenapa terkadang suka menyendiri? Yaa itu, karena bagi mereka emang susah nyari orang yang level intelektualitasnya nyamain dia, alhasil susah juga nyari lawan bicara yang sama dengan dia, dan jikalau udah ketemu teman yang pas, ada kemungkinan besar dia akan hiperaktif dan atraktif, karena 2 jenis ekspresi itu adalah ekspresi yang menyenangkan, iyakan? Eeaa wkwk.
Dari hasil penelitian psikologi yang saya lupa baca di mana, di situ menyebutkan kontak mata itu bisa merefleksikan kondisi kepercayaan seseorang terhadap kita, bukan refleksi terhadap sumbu x ya.Seinget saya sih gini, kalo pandangannya 100% itu berarti ketertarikannya penuh, konteksnya bisa lawan jenis atau sesama jenis Untuk level 100% biasanya dilakukan oleh sesama jenis, artinya si lawan bicara “menantang” diri kita, atau memberi tanggung jawab yang amat besar kepada kita, kalo 75%-85% ke atau dari lawan jenis itu berarti ketertarikan secara emosional, istilahnya tuh “terpikat”, kenapa nggak sampai 90% atau lebih? Hayo, bisa nebak nggak? Sederhana aja jawabannya, coba lo praktekan dulu, bisa nggak lo natap si doi full ke matanya minimal 5 detik aja, bisa nggak? Kalo bisa hebat banget! Gue sendiri kuatnya 3 detik wkwkwk ><. Eh iya, kalo kita natap dengan tatapan ini, ada “feel” nya loh. Dari percobaan sederhana tersebut, gue rasa natap mata langsung ada kaitannya sama si adrenalin, mungkin kalo orang yang kita tatap punya suatu daya tarik yang lebih,si adrenalin ini bikin rusuh di jantung. Kembali ke topik, mungkin ini agak melenceng, tapi mumpung masih inget. Dari tweet fakta yang saya baca juga, rata-rata pria jatuh cinta hanya dengan 1-2 kali pandangan, sedangkan si wanita biasanya sampe 6 kali, ini hasil penelitian ya, bukan kata Didik, tapi yaa yang namanya penelitian perilaku,pasti ada aja penyimpangannya. Jadi kalo ada yang natap kita, atau kita mau natap orang, perhatikan intensitasnya ya.
Nah, menurut saya ini salah satu hal yang paling susah dalam pengumpulan datanya. Pertama, saya harus ngomong langsung ke orangnya, kedua harus buat obrolan yang mengupayakan si lawan bicara terus bercerita, ketiga nge-save suaranya, dan yang terakhir harus nyari pola. Sebenernya step-nya nggak mutlak kayak gitu juga sih, kan yang penting dapet ‘rekaman suara’ dari si target.Saya sendiri tertarik bukan karena tiba-tiba penasaran gitu, tapi pengennge buktiin aja. Jadi awalnya saya pernah baca, pokoknya seorang muslim yangbaik harus bertutur kata lemah lembut, pernah baca kan? Nah tapi di Al-Qur’an jelas banget perempuan itu suaranya nggak boleh lembut banget, cukup sekedarnyalah. Di situlah muncul rasa penasaran, apa yang terjadi kalo perempuan berucap lembut dengan dosis berlebih? Kalo seorang muslim yang baik harus punya tutur kata yang baik, berarti seharusnya orang alim juga gitu dong?. Kesadaran ini didapat saat SMA, jadinya mulai survei ya di sini, mulai deketin anak rohis, bukan pedekate ya :P sekedar ikut nongkrong aja, sambil ngiket tali sepatui ba’da sholat dhuha, dzuhur dan ashar selalu saya perhatiin, dan data yang saya dapet? Ya, tutur katanya bagus kok, pengambilan sampel terlalu sempit, saya nyoba ambil data di perkumpulan anak KIR, kebetulan waktu abu-abu ekskulnya itu. Pengambilan data dimulai dari sekolah tetangga, bukan tetangga juga sih, anak timur lah pokoknya, hasilnya sama lagi, coba deketin lagi, sama lagi. Nggak sampe di situ, saya nyoba nyari data dari orang dewasa, kebetulan ada pengajian keluarga, nah lumayan tuh, hasilnya sama lagi ckck sampe bosen juga,kok nggak bisa patah nih teori, coba lagi perhatiin orang-orang yang keliatan alim di masjid deket rumah, eh sama lagi, terakhir, liat televisi, sekilas ajasih, dan lagi-lagi memang itu kenyataannya. Dari sini saya berkesimpulan dengan logika terbuka eh, tertutup deh kayaknya, karena kriteria suara itu juga tergantung suku dan ras hehe. Oh iya, untuk meluruskan, alim yang saya definisikan itu bukan yang greget banget ibadahnya, tapi yang yaa sekedar-sekedar aja ibadahnya, tapi akhlaknya bagus. Konteksnya pake definisi ini ya, dan sepertinya berlaku untuk agama apapun, soalnya dari film “Angels and Demons” terdengar jelas juga suaranya bertipe kayak gini.
Nah, kalo perkara suara perempuan itu gimana? Kalo ini harus bener-bener ngedeketin orangnya, di usahain biar bisa ngobrol face to face atau paling enggak sebelahan lah. Karena rada susah, makanya saya cuma dapet beberapa data.Saya nggak cerita panjang lebar, pokoknya entah kenapa nih ya, ketika si perempuan itu ngomong lembut banget, gue sebagai laki-laki normal yang kata kalian nggak peka, bisa ngerasain konteks perasaan dan emosi yang terkandung dalam kalimat yang perempuan itu lontarkan, dan itu ada rasanya, bukan rasa cinta atau ketertarikan, tapi apa ya, pokoknya rasa di luar ketertarikan normal yang bikin betah ngobrol terus. Yaa mungkin inilah yang Islam larang, kalo kondisi ini terus berlangsung ya bakalan berduaan jadinya, bisa suka deh, dan kalian bisa nebak gimana kelanjutannya.
Diposting 8 Maret 2015 pukul 6:03
Disunting 15 Maret 2015
Kenapa kita perlu nginget konsep logika? Yaa sebenernya kembali ke hasil penelitian tentang riset hasil penilaian orang secara umum, karena banyak faktor X yang tak diketahui, jadinya hasil metode ini amat luas kemungkinannya.Sekadar ngingetin lagi nih, kita sering menggunakan matematika dalam kehidupan karena kebenaran matematika 100% benar, itulah kenapa banyak ilmu yang bertumpu pada matematika. Kenapa bisa sampe 100%? Salah satu alasannya karena ilmu ini berasal dari hal-hal abstrak yang tak ada di dunia nyata dan berasal dari pikiran manusia sendiri, sedangkan pikiran manusia itu umumnya sama, kalo mau jelas silahkan cari sendiri ya.
Oke, sekarang ke bagian teknisnya ya. Hmm menurut saya sendiri sih untuk nilai orang itu pake fehling, eh feeling aja. Dengan modal feeling seharusnya keakuratan bisa 50%-70%, nah masalahnya tiap orang punya perasaan dan bawaan yang beda, tergantung dari lingkungannya, jadi mari saya ingatkan kembali,bahwa apa yang dikatakan dalam pikiran atau hati anda itu benar.
#1 “Kepribadian seseorang dapat dilihat dari tutur kata, cara bicara, cara berpakaian, lingkungan, cara bergaul, tampang, penampilan dan/atau temannya”
Untuk point ini jelas banget lah ya? Intinya “Apa yang kau lihat, itulah dirinya”. Tapi eh ternyata, banyak banget orang yang ngotot untuk ngindarin cara ini, alasannya kuat, mereka pake kata-kata legenda “Jangan menilai orang dari luar”. Kalo alasannya itu, saya sependapat, dan alasannya pun benar, tapi sist bro, sadar nggak sih? Orang yang nggak sesuai sifat dan penampilannya itu cuma sekitar
#2 “Air tenang menghanyutkan” apakah selamanya?
Jawaban saya : Tidak!. Yaps, kadang saya suka kesel sendiri, rasanya greget gimana gitu, pasti ada deh aja orang yang bilang “Wiihh si Delta diem-diem pinter ternyata” atau “Nggak nyangka, si Sigma ternyata jago, padahal pendiem banget”. Btw di sini pake logika terbuka ya. Apakah mereka salah? Enggak lah,karena emang pada umumnya orang pendiam itu pintar, cerdas dan punya kelebihan lainnya, setuju? Pastinya. Dengan ungkapan ini, bertambah lagi modal kita dalam menilai seseorang, terus yang dimasalahin yang mana? Gini, ada loh anak pendiam yang emang biasa aja, banyak juga anak pintar dan sebangsanya yang atraktif,bahkan hiper, setuju kan? Nah, kenapa ungkapan ini masih bertahan? Ngerti nggak?intinya sih bingung aja kenapa ungkapan ini masih populer, seolah-olah memojokan orang pendiam, pokoknya dia harus “lebih”.
#3 NeThink dengan orang asing, salahkah?
Pertama harus saya akui saya nggak bisa jawab pertanyaan ini, dengan menyesal saya harus mengatakan ini kembali kepada diri tiap individu. Pokoknya, yang HARUS dilakukan ketika bertemu orang asing -baru pertama kali kenal dan ketemu- adalah ikuti feeling dan logika, pokoknya pembagian NeThink minimal 50,005% dan maksimal 70%.
Catatan : Dalam kondisi yang bisa disesuaikan, lo boleh atur sesuai keperluan.
#4 Mayoritas orang baik!
Nah, ini nih yang paling parah kasusnya, saya sendiri baru sadar maknanya beberapa waktu lalu. Masyarakat kita, telah didoktrin oleh media dengan berbagai hal, hampir segala hal malah, setuju tak? Kalo lo masih punya anggapanbahwa di luar sana banyak orang jahat, saya mau ngasih ucapan “selamat”, karena media dan lingkungan berhasil ngerubah pemikiran lo. “:Lah, ngubah gimana?maksudnya” gini aja sih, pasti tau kan dan pernah mengalami ‘polosnya anak kecil’? pasti dong ya, masa ketika kita nurut aja sama banyak orang, karena padamasa itu secara nggak sadar kita menganggap orang lain tuh baik, kayak orangtua kita sendiri. Seiring bertambahnya usia, akal kita makin sempurna, kita menonton tv, baca surat kabar dan mengikuti arus masyarakat serta mulai bisa mengambil kesimpulan lalu menerapkannya pada kehidupan. “duh, maksudnya gimana nih?” langsung ke permasalahan nih ya, pake contoh pribadi aja deh. Dulu,semasa SMP saya masih percaya banget tuh banyak orang asing –yang tak dikenal-yang jahat, alasannya ya sederhana, di tv, surat kabar, radio, internet, dan perbincangan tetangga itu seringnya seputar kejahatan, penipuan, dan berbagai hal negatif lainnya. Konyolnya, kebanyakan pelakunya adalah orang asing,orang tak dikenal, orang misteruius dan sejenisnya deh, pasti pernah ngalaminkan??. Sampai suatu saat di masa SMA, saya mulai “ngeh” akan kepribadian dankendali diri, penasaran tuh, apa bener orang tak dikenal sejahat itu?. Mulai dehtuh, denger nasehat legenda “Orang baik akan bertemu orang baik juga” dan “Kalokita niatnya baik, pasti Allah menjaga kita”. Dengan modal ini saya langsungtes kebeneran apakah orang Indonesia itu ramah? murah senyum dan baik? utamanyasih yang baik itu ya. Gimana ngetesnya? Gampang aja, kita pergi ke daerah takdikenal sendirian. Daerah asing lah pokoknya.
Kasus 1
Suatu saat saya mau ke Planetarium di Cikini, Jakarta Pusat. Dengan bermodal doa dan pengalaman sebelumnya, saya pergi ke Kampung Melayu, bertanya pada orang sana untuk memastikan, jawaban orang terminal? Cukup memuaskan. Lanjut di dalam kendaraan, saat itu penumpang sangat penuh, hingga saya “dilupakan” oleh supir tersebut, saya yang pernah ke Cikini sebelumnya merasa dodol banget sampe lupa turun di mana -_- . Dan kemudian supirnya inget saya karena penumpang mulai sepi karena si kopaja ini mulai ke tujuan akhir, Tanah Abang. Saya pun menghampiri supir yang terlihat ganas dan beringas –kebanyakan supir kopaja,metro dan sebangsanya emang gitu- saya dengan nada polos bilang “bang Saya mau ke Cikini, tapi udah kelewat, tadi saya lupa, gimana dong?” kata si supir“yaudah kamu di depan aja, tadi abang lupa kalo ada yang mau turun di sana”kira-kira begitu lah, dan akhirnya saya melanjutkan perjalanan dan sampai dengan selamat di tempat tujuan, dengan Rp3.500, tanpa biaya tambahan. Oh iya,satu lagi, selain saya ada beberapa orang yang kayaknya emang baru ke wilayah Jakarta Pusat, mereka dengan polosnya bertanya ke supir seolah-olah mereka memang tak kenal wilayah tersebut, dan si supir menjawab pertanyaan mereka dengan jawaban yang sangat memuaskan .
Kasus 2
Waktu itu ada acara di Jakarta Convention Center, dengan bermodal doa dan arahan Google Maps, saya sendirian ke wilayah yang sama sekali belum pernah saya datangi. Saat itu saya kira JCC punya nama lain, SMESCO, dari Trans Jakarta saya turun di sana, sampai di sana? Krik krik, tak ada acara apa pun,saya agak shock, lah berarti JCC itu di mana?? Perasaan di Google Maps di sini deh, dengan niatan baik saya pun menghampiri seorang bapak-bapak yang duduk di sana, dari mukanya nggak ada tanda-tanda orang baik, maksudnya biasa aja lah,setelah saya tanya ternyata untuk ke JCC masih jauh perjalannnya, seharusnya tak turun tadi, di situlah saya merasa Lapis Surabaya, eh merasa dodol, karena lagi-lagi kesalahan konyol dalam menumpangi kendaraan zzz. Kemudian beliau memberikan arahan ke JCC DAN memberi saran “Tas kamu jangan taruh di belakang,taruh di depan aja soalnya banyak copet” dengan polos saya mengatakan bahwa yang ada di tas saya hanya air minum dan sebuah buku *lupakan. Setelah itu saya menunggu metro mini, kali ini nggak salah turun karena cuma sekitar 5 menit naik metronya lalu turun di halte, sesuai arahan bapak-bapak di SMESCO dan dari supir metro, tinggal nungguin 1 kendaraan lagi untuk ke JCC, ya sudah saya menunggu di sana. Belasan menit berlalu, saya menjumpai seorang bapak-bapak dan 2 anaknya yang umurnya diatas dan di bawah saya, saya dengarkan percakapannya,dan ternyata mereka juga ingin ke JCC! Langsung hajar aja, eh maksudnya samperin biar barengan gitu, lalu si pedagang asongan bilang, kendaraan yang kami tunggu emang lama, mending naik taksi aja, biayanya cuma beda dikit soalnya deket, mendengar saran itu, saya coba beranikan diri untuk numpang ditaksi, jawabannya? Boleh!. Ya, saya juga nggak nyangka ujung-ujungnya bisa naik taksi. Oke skip, pulangnya bingung lagi nih, saya baru sadar kalo halte didaerah Senayan udah nggak bisa nerima tiket 3500an, nah loh! maunya yang pake kartu 40.000an, padahal duit pas-pasan tuh, kalo beli yang 40.000an bisa-bisa cuma sampe otista, abis itu nggak ada duit sama sekali. deh kepikiran, gimana kalo numpang lagi? Hmm, coba berkali-kali banyak orang yang nolak, kayaknya mereka menganggap saya peminta sumbangan karena mukanya melas -_- , ya bayanginaja situasinya, belum lagi gara-gara capek abis dari JCC. Dan akhirnya tindakan saya ini tertangkap basah oleh petugas halte! Dia berkata “mas, mau nyari tebengan ya?” , “iya, saya nggak punya kartu, kirain masih bisa yang 3500an”.“Oh yaudah, nanti saya bantuin cari tebengan”. Beberapa menit kemudian saya langsung dapet tebengan karena bantuan petugas tadi, pastinya saya ucapkan banyak terima kasih ke petugas itu dan yang memberi tebengan, dan Alhamdulillah saya dapet pengalaman yang sangat berharga.
Kasus 3
Akhir september 2013, saya baru pulang dari suatu tempat, saat itu ada acara Olimpiade Megaxus 2013. Singkat cerita saya hampir sampai di rumah,tepatnya di daerah radar, Jatiwaringin, Pondok Gede. Langit sudah gelap karena adzan magrib sudah lama berkumandang.Waktu itu nungguin angkot 37 lamaaa banget, dan akhirnya saya putuskan berjalan kaki sambil menunggu angkot, naas tak ada satu pun angkot yang lewat setelah saya berjalan sekitar 1 km, padahal badan udah lemes banget gara-gara nungguin Trans Jakarta dan berdiri berjam-jam di acara tadi. Dari kejauhan ada seorang pemuda menepi dengan motornya, keliatannya dia lagi bales sms, umurnya kira-kira 4-5 tahun diatas saya, samperin deh, moga-moga dapet tumpangan, btwsaya yakin kalo yang dilakukan Mr.Bean itu pasti bisa dilakukan di sini *nebeng kendaraan pribadi. “Bang, mau ke arah mana? Saya boleh nebeng nggak? sampe antilop kalo bisa, saya nungguin angkot nggak lewat-lewat dari tadi” ujar saya polos,ya biar dapet tumpangan lah haha. Dan si orang ini pun menjawab “Yah, abang nanti di ujung belok”. Sebenernya dari nadanya aja udah jelas banget kalo dia bohong dan enggak percaya sama saya, yaa wajar aja sih, udah gelap gitu,tiba-tiba ada sosok yang muncul minta tumpangan wakakak. “Oh, yaudah makasih bang” ucap saya sambil melanjutkan perjalanan yang berjarak sekitar 5 km lagi.Tak lama kemudian, orang tersebut menghampiri saya dan . . . diajak bareng atuh :3 tebakan gue sih orang ini pasti kasihan banget sama gue, ah tak apa lah, yang penting dapet tebengan,dan ternyata bener, dia enggak belok di tempat yang dia omongin, tapi ya biarinaja, dapet tumpangan aja udah bersyukur banget, lumayan bisa sampe antilop, itu pun karena emang dia mau belok. Pastinya ya saya ngucapin banyak terimakasih,tapi kamvretnya tuh ketika baru jalan beberapa saat, tiba-tiba angkot 37 melaju dengan penumpang -_-. Btw pengalaman yang satu ini boleh banget nih di coba, tapi gue nggak ngasih rekomendasi untuk perempuan, apalagi udah gelap gitu,walau banyak orang baik, tetep ada kemungkinan yang berbahaya :v.
Itu cuma 3 kasus loh ya, banyak juga kasus yang pernah saya alami, misalnya saat saya nyoba ke wilayah Bogor dengan kereta, muter-muter di Jakarta selatan karena salah ambil puteran sampe 3 kali, kebablasan jalan mau ke Cimanggis malah hampir ke Bogor, dan saya di selamatkan oleh orang-orang baik di luar sana, karena ya itu, fitrah manusia adalah kebaikan, saya yakin pasti anda punya pengalaman yang serupa.
Jadi begitulah, masyarakat kita itu baik, mayoritas baik, paling banyak yang jahat 10% lah -kalo enggak tinggal di kampung penjahat :P-. satu lagi,seandainya banyak orang yang berpikiran bahwa mayoritas orang “di luar sana”baik, pasti kondisi dalam berbagai konteks semakin aman dan nyaman, tapi ya tetep kendalikan sikap ini. Oke.
Lanjut lagi nggak nih? Lanjut ya, masih pengen banget mencurahkan pemikiran saya yang “agak-agak” *bukan artian negatif ya :3*.
#5 Pintar hampir = kece
Sebenarnya saya sendiri udah merhatiin fenomena ini dari SD, saat itu suka banget merhatiin orang-orang pinter di kelas, yang rajin banget dapet piala, 3 besar terus. Waktu itu sih cuma sepintas kepikiran “kok kayaknya muka mereka beda gimana gitu?” sampai SMP pun saya merhatiin jejeran anak yang selalu nongkrong di 10 besar, dan anehnya lagi, kayaknya emang yang masuk 3 besar kayak punya pertanda, entah saya yang aneh atau gimana, tapi bener-bener penasaran sama manusia jenis ini, serius.
Btw, ini aga OOT dikit. Dulu waktu SD saya punya hipotesis kalo orang pintar itu minum tolak angin, eh bukan, orang pintar tuh agak pendiam, dan hipotesis ini gue pegang sampe SMP, alasannya yaa karena sampe di jenjang putih biru yang lagi alay-alaynya ini, gue sendiri belum berhasil matahin hipotesis itu. Sampai suatu ketika saya menginjak level abu-abu, di situlah saya bener-bener tercengang, ah tapi nggak selebay itu juga, kaget sih soalnya hipotesis yang gue pegang 4 tahunan patah setelah liat banyak anak pinter yang hiperaktif, tapi eh tapi tetep di situ saya dari awal udah bisa ngerasaain feel dari mukanya “wah anak ini pinter, calon-calon anak kesayangan walas nih” danternyata yaa bener lagi, disitulah mulai introspeksi, berarti yang salah darisaya tuh dalam pengambilan kesimpulannya, artinya indikator yang saya pakai nggak bagus, dari situ saya mulai nyari indikator yang bagus, gimana caranya?Yaa liatin terus aja orang-orang pinter, dari situ nanti dapet pola umum yangdapet kita ambil kesimpulan. Dan kesimpulan saya adalah . . . yaa judul bagian#5 ini. ”Lah gimana ceritanya bisa kece?temen gue yang pinternya kebangetan biasa aja tuh?” Ya! Anda nggak salah, di judulnya aja udah jelas “hampir sama dengan”,bukan “equivalent” apa lagi “sama dengan”. “Jadi gimana dik, kok lo aneh sih?”Yaa kan udah dibilang emang saya agak-agak :P. Begini loh, coba praktekan sendiri apa yang udah saya lakukan, dari situ lo akan mendapati bahwa 85% orang pintar itu kece, berlaku logika tertutup, masih nggak percaya? Lo boleh banget ke sekolah unggulan di daerah lo, missal nih ya SMANSA dan SMADA alias SMA 1& 2 biasanya anaknya tuh kece-kece, apakah mereka pintar? Yaa cari tau sendiri aja lah ya, contoh lagi, kalo lo udah kuliah, boleh banget nih lo iseng ngejelajahin anak teknik, farmasi, akuntasi, hukum dan dokter di universitas ternama, wajib yang ternama ya, gue berani jamin lo bakalan homina homina dalam hati, kalo lo nggak kuat yaa bakalan melongo deh *pengalaman. Dan misalnya lo nggak bertemu orang yang gue cirikan diatas, yaa kemungkinan besar dia si 15% itu hehe. Oh iya, hampir lupa, saya rasa sih orang pinter tuh nggak pendiem, cuma agak penyendiri aja, ngerti kan kenapa terkadang suka menyendiri? Yaa itu, karena bagi mereka emang susah nyari orang yang level intelektualitasnya nyamain dia, alhasil susah juga nyari lawan bicara yang sama dengan dia, dan jikalau udah ketemu teman yang pas, ada kemungkinan besar dia akan hiperaktif dan atraktif, karena 2 jenis ekspresi itu adalah ekspresi yang menyenangkan, iyakan? Eeaa wkwk.
#6 Sorot mata tanda ketertarikan
Dari hasil penelitian psikologi yang saya lupa baca di mana, di situ menyebutkan kontak mata itu bisa merefleksikan kondisi kepercayaan seseorang terhadap kita, bukan refleksi terhadap sumbu x ya.Seinget saya sih gini, kalo pandangannya 100% itu berarti ketertarikannya penuh, konteksnya bisa lawan jenis atau sesama jenis Untuk level 100% biasanya dilakukan oleh sesama jenis, artinya si lawan bicara “menantang” diri kita, atau memberi tanggung jawab yang amat besar kepada kita, kalo 75%-85% ke atau dari lawan jenis itu berarti ketertarikan secara emosional, istilahnya tuh “terpikat”, kenapa nggak sampai 90% atau lebih? Hayo, bisa nebak nggak? Sederhana aja jawabannya, coba lo praktekan dulu, bisa nggak lo natap si doi full ke matanya minimal 5 detik aja, bisa nggak? Kalo bisa hebat banget! Gue sendiri kuatnya 3 detik wkwkwk ><. Eh iya, kalo kita natap dengan tatapan ini, ada “feel” nya loh. Dari percobaan sederhana tersebut, gue rasa natap mata langsung ada kaitannya sama si adrenalin, mungkin kalo orang yang kita tatap punya suatu daya tarik yang lebih,si adrenalin ini bikin rusuh di jantung. Kembali ke topik, mungkin ini agak melenceng, tapi mumpung masih inget. Dari tweet fakta yang saya baca juga, rata-rata pria jatuh cinta hanya dengan 1-2 kali pandangan, sedangkan si wanita biasanya sampe 6 kali, ini hasil penelitian ya, bukan kata Didik, tapi yaa yang namanya penelitian perilaku,pasti ada aja penyimpangannya. Jadi kalo ada yang natap kita, atau kita mau natap orang, perhatikan intensitasnya ya.
#7 Intonasi, penekanan dan/atau kelembutan suara pertanda kealiman
Nah, menurut saya ini salah satu hal yang paling susah dalam pengumpulan datanya. Pertama, saya harus ngomong langsung ke orangnya, kedua harus buat obrolan yang mengupayakan si lawan bicara terus bercerita, ketiga nge-save suaranya, dan yang terakhir harus nyari pola. Sebenernya step-nya nggak mutlak kayak gitu juga sih, kan yang penting dapet ‘rekaman suara’ dari si target.Saya sendiri tertarik bukan karena tiba-tiba penasaran gitu, tapi pengennge buktiin aja. Jadi awalnya saya pernah baca, pokoknya seorang muslim yangbaik harus bertutur kata lemah lembut, pernah baca kan? Nah tapi di Al-Qur’an jelas banget perempuan itu suaranya nggak boleh lembut banget, cukup sekedarnyalah. Di situlah muncul rasa penasaran, apa yang terjadi kalo perempuan berucap lembut dengan dosis berlebih? Kalo seorang muslim yang baik harus punya tutur kata yang baik, berarti seharusnya orang alim juga gitu dong?. Kesadaran ini didapat saat SMA, jadinya mulai survei ya di sini, mulai deketin anak rohis, bukan pedekate ya :P sekedar ikut nongkrong aja, sambil ngiket tali sepatui ba’da sholat dhuha, dzuhur dan ashar selalu saya perhatiin, dan data yang saya dapet? Ya, tutur katanya bagus kok, pengambilan sampel terlalu sempit, saya nyoba ambil data di perkumpulan anak KIR, kebetulan waktu abu-abu ekskulnya itu. Pengambilan data dimulai dari sekolah tetangga, bukan tetangga juga sih, anak timur lah pokoknya, hasilnya sama lagi, coba deketin lagi, sama lagi. Nggak sampe di situ, saya nyoba nyari data dari orang dewasa, kebetulan ada pengajian keluarga, nah lumayan tuh, hasilnya sama lagi ckck sampe bosen juga,kok nggak bisa patah nih teori, coba lagi perhatiin orang-orang yang keliatan alim di masjid deket rumah, eh sama lagi, terakhir, liat televisi, sekilas ajasih, dan lagi-lagi memang itu kenyataannya. Dari sini saya berkesimpulan dengan logika terbuka eh, tertutup deh kayaknya, karena kriteria suara itu juga tergantung suku dan ras hehe. Oh iya, untuk meluruskan, alim yang saya definisikan itu bukan yang greget banget ibadahnya, tapi yang yaa sekedar-sekedar aja ibadahnya, tapi akhlaknya bagus. Konteksnya pake definisi ini ya, dan sepertinya berlaku untuk agama apapun, soalnya dari film “Angels and Demons” terdengar jelas juga suaranya bertipe kayak gini.
Nah, kalo perkara suara perempuan itu gimana? Kalo ini harus bener-bener ngedeketin orangnya, di usahain biar bisa ngobrol face to face atau paling enggak sebelahan lah. Karena rada susah, makanya saya cuma dapet beberapa data.Saya nggak cerita panjang lebar, pokoknya entah kenapa nih ya, ketika si perempuan itu ngomong lembut banget, gue sebagai laki-laki normal yang kata kalian nggak peka, bisa ngerasain konteks perasaan dan emosi yang terkandung dalam kalimat yang perempuan itu lontarkan, dan itu ada rasanya, bukan rasa cinta atau ketertarikan, tapi apa ya, pokoknya rasa di luar ketertarikan normal yang bikin betah ngobrol terus. Yaa mungkin inilah yang Islam larang, kalo kondisi ini terus berlangsung ya bakalan berduaan jadinya, bisa suka deh, dan kalian bisa nebak gimana kelanjutannya.
Diposting 8 Maret 2015 pukul 6:03
Disunting 15 Maret 2015
0 Komentar