Sempat sih terpikirkan untuk membuat tulisan ini mirip seperti tulisan eM eF, tapi setelah Saya pikir-pikir, orang ini kan berbeda dengan Mbak eM eF yang menginspirasi Saya, jadi untuk apa membuat tulisan ini begitu spesial?.
Assalamu'alaikum warrahmatullah wabaraktuh
Berjumpa lagi dengan De eS dengan tulisan mengenai orang lain. Eh, tunggu dulu, kali ini Saya tidak menyematkan tagar "Untuk Orang Lain" otomatis memang tulisan ini tidak diperuntukkan orang lain secara khusus. Lagipula, tagar tersebut memang Saya gunakan dengan adil. Adil dalam artian jika memang untuk orang lain, maka tulisan tersebut memang Saya buat untuk orang lain, bukan untuk Saya pribadi. Kalau Kamu cek di bagian bawah ditemukan bahwa tagarnya adalah "Karangan Bebas" dan "Kisah Nyata", sejatinya Saya memang menulisnya demikian. Karangan bebas berarti tulisan tersebut tidak memiliki struktur dan format yang jelas, alias ngalor ngidul, ke mana-mana, merembet, dll. Kisah nyata menunjukkan bahwa ini adalah salah satu momen dalam hidup Saya yang telah terjadi. Alasan penulisan dan publikasi umumnya sebagai reminder dan patok sejarah yang sengaja Saya buat berbeda dengan patok sejarah lainnya.
Seperti yang Saya sebutkan di awal, tulisan ini tidak akan mirip dengan tulisan versi tahun lalu. Sederhana alasannya : meskipun sama-sama foto dan momen selebrasi kelulusan, peran orang tersebut dalam hidup Saya berbeda. Tahun lalu mungkin cukup memberikan kesan dan inspirasi bagi kehidupan Saya, untuk yang ini hanya sekadar teman kelas yang harus diakui bahwa memang orang tersebut cantik lagi pintar.
Oh iya, jadi pengen cerita sedikit. Si E eF adalah teman kelas Saya, anak SNMPTN dari SMANSA, kuis pertama mata kuliah probabilitas dan statistika -yang mana ini adalah kuis pertama di perkuliahan- mencapai 100, tertinggi di angkatan dan menuai pujian saat itu. Saya sih maklum saja, wong anak SMANSA, SNM pula wkkwk. Doi ini salah satu perempuan tercantik di angkatan kami, JTF 2015 (Fisika Teknik dan Teknik Nuklir, karena nama DTNTF baru ada saat 2016). Dia di kejar temen kelas, temen angkatan, dan kakak angkatan tentunya. Lucu sih, hingga akhir 2015 banyak banget yang ngejar dia lalu berguguran entah kenapa, mungkin menyerah, entahlah.
Dah itu aja sih yang mau Saya ceritakan, kan ini bukan tulisan tentang seseorang, jadi Kamu bisa menyudahi membaca tulisan ini hehe.
Tulisan ini mungkin lebih mengarah pada refleksi diri. Selain momennya berbeda, kesempatan dalam menuliskannya pun berbeda. Tahun lalu Saya sangat bersemangat untuk menuliskan dan mempublikasikan di hari H, untuk kesempatan kali ini nampaknya sistem imun dan metabolisme Saya sedang bermasalah sehingga tidak bisa gerak cepat. Terlebih, skripsi membuat jadwal "kerja akademik" berantakan. Berantakan dalam artian benar-benar sangat tidak teratur.
Saya terbiasa hidup dalam keteraturan untuk menjaga sistem regulasi dan metabolisme tubuh berjalan seirama. Ketika rutinitas berantakan, hal ini berdampak pada sistem fisiologis Saya yang juga berantakan. Rasanya ingin menyalahkan 6 SKS terakhir ini, namun jelas saja itu nggak menyelesaikan masalah dan sangat tidak dewasa hahaha.
Pada momen akhir-akhir ini, Saya dihadapkan pada jadwal kehidupan yang sangat tidak teratur. Jika adaptasi tubuh umumnya adalah proses berubahnya rutinitas, maka dalam hidup Saya yang sedang berantakan seperti ini, bagaimana mungkin tubuh akan beradaptasi?.
Mereka yang sudah lulus, dimulai dari eL Ce eS, eN Pe eS, Ha eS, dan kemudian E eF adalah mereka yang sudah menggarap skripsi sejak November 2018 lalu, saat liburan mereka mengerjakan skripsi. Persis seperti yang ingin Saya lakukan. Lucunya, Saya seperti terjebak dalam sistem yang membuat Saya sangat gayut dengan sistem tersebut.
Mau bagaimana lagi? sudah terlanjut sampai April? Bukankah Saya harus menyelesaikan semua untuk mengejar, mengejar siapa lagi?.
Teman Saya saat itu sempat Saya tanya "eh gimana, si fulanah udah lulus, si fulanah juga udah" lalu responnya sederhana "ya gua sih biasa aja, tapi ya kadang ada rasa seneng pas temen lulus dan rasa sedikit tertekan juga".
Saya pun demikian, tapi kemudian Saya berpikir, mereka yang merasakan hal tersebut umumnya memiliki perencanaan hidup berupa "sekadar kerja" ketika tuntutan akademik sudah selesai, berbeda dengan Saya. Maksudku, bukan bermaksud sombong, riya' atau pun sejenisnya. Saya punya perencanaan kehidupan yang lebih padat, rapat, dan ketat jika dibandingkan mereka. Ketika Saya merasakan semua proses kelulusan ini dan ternyata tak begitu berpengaruh bagi Saya, maka di situlah salahnya!.
Ya, ini adalah tulisan refleksi diri dari seorang Didik Setiawan.
Setiap orang memiliki tuntutan mengapa ia harus lulus cepat bukan? Pada kasus Saya, awalnya Saya ingin lulus cepat dengan tuntutan tersebut, tapi lagi-lagi Saya terjebak dalam sistem yang membuat skripsi Saya gayut dengan sistem.
Saya nggak tau sih sampai di sini masih ada yang membaca tulisan ini atau tidak, karena seharusnya mereka yang berpikir macam-macam mengenai tulisan ini akan berhenti di bagian atas tadi, karena penyelidikan mereka seolah Saya pupuskan dengan tulisan yang tidak sesuai dengan harapan mereka, tepatnya pada poin yang menegaskan bahwa tulisan ini adalah refleksi diri. Biar Saya beri tahu suatu hal, umumnya, mereka yang membaca tulisan pribadi seseorang hingga akhir adalah orang yang memiliki misi khusus. Hmm, Saya sudah dapat konfirmasi bahwa tulisan Saya dibaca beberapa kali oleh pihak tertentu hingga akhirnya ada yang menemukan "poin rahasia". Memang sih, Saya sering meletakkan pesan tersembunyi pada tulisan, walaupun seringnya dibuat tersurat karena Saya selalu merasa aman dalam menulis, tau kenapa?.
Manusia terutama teman-teman kita sangat malas membaca narasi panjang tanpa gambar yang tidak berkaitan dan tidak berpengaruh pada kehidupannya. Kita sering menyebutnya sebagai "politik kepentingan", yakni kita hanya peduli pada sesuatu yang memang terdapat keterlibatan kita di dalamnya. Tidak hanya itu sih alasannya. Dalam kasus tertentu, seseorang "terpaksa" membaca tulisan tersebut dengan alasan penyelidikan. Saya sering melakukan ini sih, menyelidiki teman-teman yang suka menulis dengan alasan ingin mencari momen percintaan mereka. Biar bagaimana pun, momen percintaan teman-teman kita selalu menarik untuk diselidiki karena kita akan menjumpai "sisi yang berbeda" dari orang tersebut. Iya, ini adalah sebagian serial ilmu terlarang yang memang tidak Saya berikan tagar SIT!.
Dengan merekayasa atau mungkin memanipulasi celah keamanan kondisi psikologis manusia yang satu ini, akhirnya kita bisa meletakkan rahasia di tempat umum karena meanusia nggak suka suatu hal yang memiliki detail tinggi, bahkan sangat detail, itulah alasan mengapa manusia sangat malas membaca komposisi, panduan manual, dan standar operasional prosedur (SOP). Satu lagi nih ya, hal detail tersebut akan makin membuat seseorang malas membaca jika memang sama sekali tidak bersangkutan dengan dirinya, itulah mengapa Saya merasa aman menuliskannya di sini. Blogger menyediakan wadah yang aman dalam berekspresi jika dibandingkan dengan media sosial, padahal tertera dengan jelas Saya mencantumkan laman blog ini di akun media sosial dan di postingan. Aman banget, paling yang klik dua atau tiga orang, tergantung kualitas tulisan tersebut, padahal yang like/love lumayan banyak hahaha.
Lalu, kapan orang akan membaca tulisan rahasia seperti ini? dari pengalaman Saya sih, jika Saya kena masalah, orang-orang akan membaca dan berusaha memahaminya. Satu lagi yang umumnya terjadi adalah saat Saya sudah meninggal nanti, barulah orang sadar akan tulisan Saya di sini nampak begitu aneh, bukankah demikian?. Butuh bukti? banyak kasus di berita, kasus kematian selalu dikaitkan dengan postingan terakhir di media sosial, padahal ini cocoklogi paling parah. Media selalu menggiring opini bahwa "postingan tersebut adalah pertanda kematian" dan dikaitkan dengan firasat kedua orang tua atau teman saat dilakukan wawancara pasca kematian orang tersebut. Begitulah cara kerja media hehe.
Entah kapan blog ini akan terungkap di muka publik dan entah bagaimana akan diinterpretasikan oleh bermacam-macam pihak yang sok tau dengan kehidupan Saya, setidaknya semoga mereka memahami bahwa untuk sementara ini mayoritas kontennya adalah prihal betapa Aku mengagumi seseorang, eh mencintai seseorang deh, Aku yang berusaha mencatat momen tak penting bagi orang lain untuk dipublikasikan. Sungguh, mayoritas isi blog ini memang tak penting karena tujuanku hanyalah meletakkan tonggak sejarah kehidupan yang barangkali bisa berguna bagiku suatu hari nanti, mirip dengan konsep check point pada suatu game, bisa penting bisa tidak, tergantung seberapa jago Kamu main. Tau satu hal lagi? Bahkan Saya nggak habis pikir jika Kamu terus membaca sampai sini, apa motivasimu? sudah sudah, akhiri wkwkwk.
Saya tidak tau siapa Kamu yang rela membuang waktunya untuk membaca tulisan tak bermakna ini. Jika itu adalah 'Kamu' -walaupun sangat mustahil-, Aku sekadar ingin menyampaikan "selamat mengerjakan skripsi ***, jadi ambil data di perusahaan nggak (?), jaga kesehatan dan jaga diri menjelang akhir studi dan puasa ini, karena Aku udah nggak bisa tau kabar kamu lagi, nggak tau kondisi kamu sekarang gimana, jadi nggak punya alasan untuk mengirim pesan deh wkwkwk". Mau laporin? laporin aja, setidaknya Saya hanya bertindak jujur (?).
Oke, sekarang Saya harus mengakhiri tulisan ini dengan penutup yang selaras dengan pembuka pada tulisan ini. Asli, Saya sebenarnya nggak ada ide untuk menutup dengan kalimat yang apik, tapi mungkin sedikit syair akan bagus ya? sebuah syair kehidupan mengenai refleksi diri. Ingat! kuncinya adalah manusia umumnya fokus pada awal dan akhir, nggak peduli dengan proses bagian tengah, jadi mereka yang langsung scroll ke bawah tanpa baca dengan saksama seharusnya akan mengabaikan pesan di tengah, pesan refleksi diri.
Dari momen selebrasi kelulusan E eF pada 15 April 2019 membuat Saya sadar bagaimana seseorang yang memiliki kebulatan tekad dapat menyelesaikan ambisi dan mimpinya secara nyata, tidak seperti Saya yang mungkin hanya memiliki ambisi tanpa meletakkan kesungguhan hati dalam tiap proses yang Saya lalui.
Jika niat sekadar niat
Kayu dan ukiran tidak akan terpahat
Ia hanya memenuhi mata yang melihat
Terdiam, bak seonggok tanah liat
Lalu, apa bedanya dengan ukiran?
Kayu yang penuh dengan peluh dan goresan
Apik dan berguna seperti jaran
Indah, tidak sekadar hiasan
Hanya butuh adonan kreativitas dan gerak
Menguji kredibilitas dan implementasi corak
Bermula dengan loyalitas dan semangat arak
Lahirlah perwujudan integritas, indah bagaikan merak
Sleman, 20 April 2019
21.56
Didik Setiawan

0 Komentar